Generasi Z dan Virus Meme: Apakah Bisa Memperburuk Keadaan?

Generasi Z dan Virus Meme: Apakah Bisa Memperburuk Keadaan?

Fenomena digital bergerak lebih cepat dari kemampuan manusia menangkapnya.
Gelombang budaya internet, meme, dan bahasa spontan dari media sosial menjadikan Generasi Z dan virus meme sebagai fenomena budaya baru yang memengaruhi cara kita berkomunikasi, berpikir, hingga merasakan dunia.

Artikel ini membedah bagaimana meme absurd seperti "67" bisa meluas begitu cepat, apa dampaknya bagi perkembangan bahasa, dan apakah fenomena semacam ini benar-benar memperburuk keadaan atau hanya membuka babak baru dari evolusi budaya digital.


Fenomena “67”: Viral Tanpa Makna, Tapi Penuh Arti Sosial

Kata tahun 2025 versi Dictionary.com adalah “67” atau “six-seven”, sebuah angka tanpa definisi linguistik, tanpa makna literal, dan tanpa konteks budaya klasik.

Bagi banyak orang dewasa, ini terasa seperti lelucon besar yang tidak lucu.
Namun bagi Generasi Z, ini adalah bagian dari bahasa mereka.

“67” lahir dari lagu doot doot milik Skrilla, lalu naik daun setelah klip seorang anak kecil berteriak “six seven!” ke kamera saat pertandingan basket. Tidak ada maksud. Tidak ada konteks. Justru karena kosong makna, meme ini disukai.

Di TikTok, ratusan ribu remaja menirukannya.
Mereka meneriakkannya secara acak, menjadikannya caption, hingga mencampurnya dalam video kreatif.

Absurditas menjadi identitas.
Dan identitas itu menyebar seperti virus — cepat, spontan, dan tidak dapat diprediksi.


Kenapa Meme Absurd Disukai Generasi Z?

Untuk generasi yang tumbuh dalam banjir informasi, tekanan sosial, isu global, dan distraksi digital, humor absurd memberi ruang bernapas.

Meme jenis ini populer karena:

  • Tidak memerlukan pemikiran panjang.
  • Menjadi pelarian dari stres sehari-hari.
  • Memberi rasa kebersamaan yang hanya dipahami kelompok tertentu.
  • Menciptakan “bahasa dalam” yang memperkuat identitas komunitas.

Saat hidup terasa berat, konten yang tidak masuk akal justru terasa ringan.
Ini berlawanan dengan pola pikir generasi sebelumnya, yang mengukur humor dari logika, bukan dari spontanitas.


Brain Rot: Antara Hiburan Instan dan Kekhawatiran Sosial

Ungkapan brain rot populer untuk menggambarkan konten super cepat, tidak masuk akal, dan memanjakan perhatian sesaat.
Istilah ini sempat menjadi “word of the year” Oxford.

Banyak orang dewasa melihat brain rot sebagai:

  • Tanda menurunnya kualitas komunikasi.
  • Gejala kecanduan media sosial.
  • Dampak dari algoritma yang mengejar impuls, bukan kualitas.

Namun perspektif ini terlalu sempit.

Generasi Z memakai konten brain rot sebagai mekanisme sosial dan emosional.
Ketika dunia di luar terasa melelahkan, mereka mengonsumsi hal-hal absurd untuk mengurangi beban mental.

Ini bukan pembusukan.
Ini adaptasi.


Apakah Meme Bisa Memengaruhi Cara Generasi Z Berpikir?

Bahasa membentuk cara manusia memaknai dunia.
Jika bahasa bergerak cepat, cair, dan absurd, cara berpikir pun mengikuti pola itu.

Fenomena seperti “67” membuka pertanyaan menarik:

  • Apakah bahasa tetap efektif jika konteks terus berubah?
  • Apakah generasi muda kehilangan kedalaman berpikir?
  • Atau justru sedang menciptakan sistem komunikasi alternatif yang lebih energik dan kreatif?

Ada kekhawatiran bahwa viralitas ekstrem bisa membuat seseorang:

  • sulit fokus,
  • terbiasa dengan stimulasi cepat,
  • kurang sabar dengan komunikasi mendalam.

Namun riset terbaru tentang budaya digital menunjukkan bahwa Generasi Z mampu menavigasi banyak mode komunikasi sekaligus, dari humor absurd hingga diskusi serius tentang politik, kesehatan mental, dan isu sosial.

Mereka bukan kehilangan kedalaman, tetapi memiliki spektrum komunikasi yang lebih luas.

Baca juga: Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Konsumtif Generasi Z


Meme Sebagai Bahasa Baru: Evolusi yang Tidak Bisa Dihindari

Bahasa selalu berubah.
Bedanya, internet membuat perubahan itu berlangsung dalam hitungan hari.

Jika dulu dibutuhkan puluhan tahun untuk sebuah kata masuk kamus, kini cukup dengan 1 video viral.
“67” membuktikan bahwa makna tidak selalu diciptakan oleh kata, tetapi oleh pengguna.

Ketika jutaan orang memakai sebuah ekspresi untuk mengekspresikan emosi tertentu — entah geli, kaget, atau merayakan momen absurd — ekspresi itu otomatis menjadi bagian dari bahasa publik.

Ini bukan kerusakan. Ini transformasi.


Apakah Ini Bisa Memperburuk Keadaan?

Jawabannya tidak hitam putih.

Meme absurd dapat memperburuk keadaan jika:

  • membuat orang kecanduan scroll tanpa henti,
  • mengganggu fokus belajar atau bekerja,
  • menggantikan interaksi nyata,
  • mengikis kemampuan berpikir panjang.

Namun meme absurd juga bisa memperbaiki keadaan:

  • membantu mengatasi stres,
  • membangun komunitas digital,
  • menumbuhkan kreativitas visual dan komedik,
  • menjadi ruang ekspresi tanpa tekanan formalitas.

Generasi Z tidak sedang menghancurkan bahasa.
Mereka sedang mengolahnya menjadi bentuk baru yang sesuai ritme hidup mereka.


Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Fenomena Ini?

Generasi Z menggambarkan bahwa bahasa bukan lagi alat formal, tetapi medium dinamis untuk mengekspresikan dunia yang rumit.
Ketika situasi global penuh ketidakpastian, absurditas kadang menjadi cara untuk tetap waras.

“67” adalah simbol kecil dari zaman yang bergerak cepat, penuh kejutan, dan serba cair.
Kita tidak harus memahami semuanya, tetapi kita bisa memahami bahwa fenomena ini adalah refleksi cara generasi baru bertahan hidup, berkomunikasi, dan terhubung.

Dalam dunia yang melelahkan, sedikit absurditas kadang sangat diperlukan.


Penutup: Generasi Z dan Virus Meme — Gejala atau Evolusi?

Generasi Z dan virus meme bukan sekadar tontonan viral.
Ini cermin sosial bahwa bahasa dan budaya kini berevolusi berdasarkan spontanitas, komunitas, dan kreativitas digital.

Apakah ini memperburuk keadaan?
Tidak selalu.

Dalam banyak kasus, justru menjadi bukti bahwa manusia terus menemukan cara baru untuk merasa terhubung, bahkan melalui angka acak seperti “67”.

Era digital mungkin penuh kekacauan, tetapi di tengah kekacauan itu, humor absurd memberi ruang bernapas yang dibutuhkan banyak orang.

Foto T.H. Hari Sucahyo

Ditulis oleh : T.H. Hari Sucahyo*

Pegiat di Cross-Diciplinary Discussion Group “Sapientiae”

💬 Disclaimer: Kami di fokus.co.id berkomitmen pada asas keadilan dan keberimbangan dalam setiap pemberitaan. Jika Anda menemukan konten yang tidak akurat, merugikan, atau perlu diluruskan, Anda berhak mengajukan Hak Jawab sesuai UU Pers dan Pedoman Media Siber. Silakan isi formulir di halaman ini atau kirim email ke redaksi@fokus.co.id.