Data Warga RI Bebas Diakses AS? Pakar: Jangan-Jangan Kita Cuma Jadi Gudang Backup Saja
.jpg)
FOKUS POLITIK - Pemerintah Indonesia sedang diminta “buka kartu” soal kesepakatan data pribadi dengan Amerika Serikat. Gara-garanya? Ada kekhawatiran serius bahwa data warga +62 bisa bebas dikelola—bahkan dipindah—oleh negeri Paman Sam.
Masalah ini bukan sekadar soal privasi. Kalau dibiarkan, bisa bikin bisnis data center lokal megap-megap.
Kepercayaan Bisa Ambyar
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, Ian Yosef M. Edward, bilang urusan data itu bukan main-main. Menurut dia, kalau data warga Indonesia bisa seenaknya dipindah ke luar negeri, apalagi tanpa batasan yang jelas, maka kepercayaan pada layanan data center lokal bisa runtuh kayak kartu domino.
Investor asing yang selama ini pakai server Indonesia buat backup, bisa saja hengkang. Alasannya simpel: mereka tak mau datanya “melancong” tanpa izin, apalagi lintas negara. Bisnis data center bisa kena imbasnya.
Lebih runyam lagi, menurut Ian, banyak perusahaan yang menerapkan strategi disaster recovery mengandalkan pusat data lokal—yang secara fisik terpisah dan punya sistem akses ketat. Kalau tiba-tiba data bisa ‘dibebaskan’ ke luar negeri, kepercayaan itu otomatis kena gores.
Satu Arah, Tanpa Timbal Balik?
Ian juga heran, kenapa data warga Indonesia harus dipindah ke luar negeri? Emangnya kita kekurangan server?
Dalam praktik internasional, biasanya pemindahan data bersifat timbal balik dan transparan. Tapi kalau Indonesia harus patuh sepihak, sementara negara lain bebas atur data mereka, itu namanya bukan kerja sama. Itu main satu arah.
Dan jangan lupakan peraturan kita sendiri. Ada aturan soal lokasi penyimpanan data strategis yang mesti dipatuhi. Kalau semua diangkut ke luar, bisa-bisa malah melanggar undang-undang.
Kedaulatan Digital Dipertaruhkan
Sementara itu, Ardi Sutedja dari Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) bilang, ini bukan cuma soal keamanan teknis. Dampaknya bisa merembet ke iklim investasi dan kedaulatan digital Indonesia secara keseluruhan.
Negara lain bisa menuntut perlakuan serupa. Kalau satu aja dikasih akses bebas, yang lain pasti ikut antre. Akhirnya, Indonesia jadi tempat parkir data global tanpa perlindungan yang kuat. Di dunia siber, itu sama aja kayak buka pagar rumah dan ninggalin kunci di depan.
Ardi juga mengkritik proses pengambilan keputusan yang dianggap kurang transparan. Apakah DPR sudah diajak ngomong? Apakah publik tahu detail kesepakatan ini? Atau semuanya cuma ditandatangani di balik layar?
Digital Trust Bisa Rontok
Indonesia lagi gencar bangun ekosistem digital. Tapi kalau data warganya malah “diobral”, ya jelas kepercayaan itu bisa hancur berantakan.
Singkatnya, kata Ardi, kita ini lagi pasang papan “Welcome to Digital Indonesia” tapi di saat yang sama, data rakyat malah dikirim keluar tanpa kontrol. Mau investasi gimana kalau trust-nya udah bocor dari awal?
Jangan Sampai Jadi “Gudang Data” Dunia
Di era digital, data adalah tambang emas. Tapi kalau tambangnya digali orang lain dan kita cuma disuruh jaga pintu, ya jelas rugi bandar.
Negara harus hadir, bukan hanya jadi tuan rumah yang baik, tapi juga pelindung data rakyatnya. Karena kalau bukan kita yang jaga, ya siapa lagi?
Penulis: Fuad