5 Modus Umum Pengusaha Menghindari Pajak di Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) makin canggih dalam mendeteksi pola penghindaran pajak oleh pengusaha di Indonesia. Meski tak semua tindakan termasuk penggelapan pajak, banyak strategi licik yang diselubungi atas nama legalitas. Dalam artikel ini, kita bahas 5 modus umum yang sering ditemukan DJP dalam praktik pengusaha lokal, terutama yang memanfaatkan yayasan sebagai kendaraan penghindaran pajak.
Daftar Isi
1. Menggunakan Yayasan sebagai Perisai Pajak
Yayasan secara hukum adalah badan hukum nirlaba. Tapi banyak pengusaha membentuk yayasan sendiri untuk menampung dana dari perusahaan mereka. Dana itu kemudian digunakan untuk membeli aset pribadi atau membayar gaji keluarga, padahal secara hukum dana yayasan tidak dikenakan PPh Badan.
Contoh praktik: Perusahaan menyumbang ke yayasan milik pemilik usaha, lalu yayasan membiayai rumah tinggal atau kendaraan pribadi.
Baca juga: Perbedaan Perlakuan Pajak PT, CV, dan Yayasan
2. Transfer Pricing ke Perusahaan Afiliasi
Transfer pricing adalah pengalihan keuntungan ke perusahaan grup di negara dengan tarif pajak lebih rendah. Caranya? Menjual barang atau jasa dengan harga tak wajar kepada entitas afiliasi di luar negeri.
Akibatnya: Laba bersih di Indonesia jadi lebih kecil, dan pajak yang dibayar pun turun drastis.
3. Penggunaan Nominee atau Pinjam Nama
Beberapa pengusaha memecah omzet bisnis menjadi beberapa entitas dengan nama kerabat atau karyawan. Tujuannya agar tidak terkena tarif pajak progresif atau menghindari kewajiban PPN.
Risiko: Jika terbukti nominee, DJP dapat mengenakan pajak gabungan atas semua entitas tersebut.
4. Faktur Pajak Fiktif
Modus klasik tapi masih marak. Pengusaha "membeli" faktur dari pihak lain untuk memperbesar biaya dan menurunkan pajak terutang. Ini termasuk penggelapan pajak (tax evasion) yang bisa dipidanakan.
5. Split Omzet (Pemisahan Usaha)
Pemilik usaha membuka beberapa entitas kecil agar omzetnya tidak melebihi ambang batas PKP (Pengusaha Kena Pajak), sehingga bisa menghindari PPN dan mendapat tarif UMKM.
Padahal: Jika operasional dan kendali tetap satu orang, DJP bisa menganggapnya satu entitas usaha.
Penutup
Banyak pengusaha mencoba menghindari pajak secara agresif dengan beragam strategi. Beberapa memang masih masuk dalam wilayah tax avoidance, tapi jika niatnya untuk menyembunyikan, bisa melanggar hukum dan masuk kategori tax evasion.
Maka penting untuk memahami batas legalitas, dan selalu waspada terhadap risiko koreksi fiskal, denda, bahkan sanksi pidana.