Fenomena Mukbang: Bahaya Tersembunyi di Balik Layar

Fenomena mukbang terus mendominasi platform video modern, namun di balik visual yang memikat dan sensasi ekstremnya, semakin banyak bukti ilmiah yang menyoroti bahaya mukbang bagi kesehatan fisik, psikologis, dan perilaku makan. Konten makan berlebihan—mulai dari porsi jumbo hingga tantangan super pedas—tidak hanya memberi tekanan besar pada kreator, tetapi juga memengaruhi persepsi porsi normal dan craving penonton di seluruh dunia. Dengan meningkatnya konsumsi konten makanan digital di era 2025, memahami risiko mukbang menjadi bagian penting dari literasi kesehatan dan media. Artikel ini menyajikan analisis mendalam berbasis data, studi kasus nyata, dan pandangan pakar untuk membantu pembaca mengenali dampak tersembunyi di balik hiburan yang tampak sederhana ini.
Pengantar Tren Mukbang di Era Digital (2025)
Fenomena mukbang telah mengalami percepatan popularitas yang luar biasa pada 2020–2025, menjadikannya salah satu konten digital paling berpengaruh dalam kategori food entertainment. Meskipun tampil sebagai hiburan ringan, tren ini menyembunyikan dinamika yang jauh lebih kompleks: tekanan algoritma, respons biologis penonton terhadap visual makanan, serta normalisasi konsumsi ekstrem yang berpotensi menimbulkan bahaya mukbang ekstrem bagi kreator dan audiens. Pada era ketika budaya digital mendominasi gaya hidup, memahami konteks, psikologi, dan risiko mukbang menjadi kebutuhan penting agar konsumsi konten tetap berada dalam batas aman.
Asal-usul fenomena mukbang dari Korea ke seluruh dunia
Mukbang berawal pada sekitar 2010 melalui platform AfreecaTV di Korea Selatan. Saat itu, konsepnya sangat sederhana: seorang host makan sambil berbincang dengan penonton secara real-time. Banyak kreator awal menceritakan bahwa mereka hanya ingin mengatasi rasa kesepian atau mencari komunitas hangat yang bisa diajak makan bersama secara virtual.
Namun perkembangan platform global mengubah karakter mukbang sepenuhnya. Ketika YouTube mengadopsi format ini, audiens internasional mulai mengenal “eating broadcast” lewat visual makanan Korea yang unik dan menggugah selera. Dari sinilah fenomena lokal berubah menjadi tontonan global.
Evolusi konten: dari eating show biasa ke bahaya mukbang ekstrem
Pada fase awal, mukbang menampilkan porsi normal dan percakapan santai. Namun sejak 2018–2025, format tersebut berevolusi dengan cepat. Data industri kreator menunjukkan bahwa konten dengan porsi besar, spicy challenge, atau makan cepat (marathon eating) memiliki retensi hingga 35% lebih tinggi dibandingkan mukbang biasa.
Tekanan algoritma mendorong kreator meningkatkan “intensitas” konten. Dari sekadar makan, mereka mulai menampilkan:
- 5–10 porsi makanan sekaligus
- Tantangan cabai jutaan Scoville
- Konsumsi makanan tinggi kalori dalam waktu singkat
Transformasi inilah yang memicu risiko makan porsi besar dan dampak kesehatan serius bagi kreator.
Faktor psikologi audiens dalam ketertarikan pada konten makan
Ketertarikan penonton terhadap mukbang bukan kebetulan. Studi Ruddock et al. (2023) dan Sim et al. (2024) menunjukkan bahwa paparan visual makanan tinggi kalori dapat memicu dopamine spike, meningkatkan craving, dan menurunkan kontrol diri sesaat setelah menonton.
Ada tiga faktor psikologis utama:
- ASMR dan suara makan – Riset neuropsikologi menunjukkan bahwa eating ASMR dapat mengaktifkan area otak yang berkaitan dengan relaksasi.
- Food porn effect – Visual makanan berlemak atau pedas memicu respons reward.
- Hubungan parasosial – Penonton merasakan kedekatan emosional dengan kreator, seolah sedang makan bersama.
Kombinasi faktor ini menjelaskan mengapa pengaruh konten makanan digital dapat mengubah persepsi porsi makan normal.
Pertumbuhan mukbang 2020–2025 berdasarkan data industri
Data industri menunjukkan peningkatan signifikan dalam konsumsi konten mukbang:
- Jumlah video mukbang di YouTube meningkat +320% antara 2020–2024.
- TikTok mencatat lebih dari 38 miliar views untuk tagar #mukbang pada 2025.
- Konten “extreme eating” tumbuh 170% lebih cepat dibandingkan konten kuliner biasa.
- Creator baru dalam niche mukbang bertambah 4x lipat di seluruh Asia Tenggara dan Amerika Serikat.
Pertumbuhan ini memperkuat posisi mukbang sebagai salah satu kategori paling agresif dalam persaingan algoritma global.
Peran platform video (YouTube, TikTok, Instagram) dalam mempopulerkan tren
Platform media sosial berperan besar dalam memperluas jangkauan mukbang hingga ke pasar global. Masing-masing platform memiliki mekanisme yang memperkuat tren ini:
- TikTok memprioritaskan video dengan scroll-stop effect, sehingga aksi ekstrem cepat naik viral.
- YouTube Shorts memaksimalkan retensi, sehingga porsi makan jumbo atau tantangan pedas menjadi konten ideal.
- Instagram Reels mengedepankan visual hiper-estetik yang membuat mukbang tampil semakin dramatis.
Namun ketiga platform ini juga menciptakan tekanan besar. Kreator sering kali merasa harus terus meningkatkan intensitas untuk mempertahankan performa algoritmik. Ketika intensitas menjadi standar baru, risiko kesehatan meningkat, dan muncullah lapisan baru dari bahaya mukbang ekstrem yang perlu dipahami secara transparan.
Definisi Ilmiah: Apa Itu Mukbang dan Mengapa Bisa Viral?
1. Definisi ilmiah mukbang dalam konteks media digital
Secara ilmiah, mukbang diklasifikasikan sebagai “food-focused broadcasting”, sebuah format konten yang menggabungkan elemen sosial, sensorik, dan performatif. Dalam kajian media digital, mukbang dipandang sebagai parasocial eating experience—sebuah pengalaman “makan bersama” secara virtual yang memicu respons sosial dan emosional meski penonton tidak terlibat secara langsung. Banyak penelitian (terutama di bidang komunikasi dan psikologi konsumen) menempatkan mukbang sebagai perpanjangan dari tren social eating, tetapi diperkuat oleh kekuatan algoritma dan visual digital.
2. Konsep reward system dan dopamin dalam menonton food content
Riset neuromarketing menunjukkan bahwa konten makanan, terutama yang kaya lemak, gula, dan garam, mampu mengaktifkan reward system di otak. Ketika penonton melihat makanan ekstrem, respons dopamin meningkat, sehingga muncul rasa puas dan ketertarikan untuk terus menonton. Beberapa studi fMRI membuktikan aktivitas heightened reward response saat visual makanan intens dipertontonkan, fenomena yang juga ditemukan pada craving loops di perilaku makan emosional.
3. Hubungan antara konten ASMR makan dan peningkatan craving
ASMR makan memicu sensasi relaksasi melalui stimulasi auditori spesifik: suara kunyahan, renyah, slurp, dan tekstur makanan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ASMR dapat memperkuat craving konsumen, terutama pada individu yang sensitif terhadap cue makanan. Pada saat yang sama, konten ASMR ekstrem—suara keras, tempo cepat, tekstur berminyak—mampu menciptakan sensory overload yang meningkatkan kecenderungan impuls makan.
4. Struktur visual yang membuat konten ekstrem mudah viral
Konten mukbang ekstrem mengikuti pola visual yang sangat viral-friendly:
- Framing ultra-close
- Penonjolan porsi besar
- Warna makanan yang sangat kontras
- Tempo cepat dan repetitif
- Gestur makan yang dramatis
Semua elemen tersebut sesuai dengan preferensi algoritma platform pendek (TikTok, Reels, Shorts), sehingga konten ekstrem cenderung mendapatkan distribusi organik lebih cepat dibanding mukbang santai.
5. Tabel Klasifikasi: Mukbang Santai vs Mukbang Ekstrem
Untuk memberikan gambaran teknis yang lebih jelas, berikut tabel komparatif antara dua kategori mukbang yang paling dominan dalam studi ilmiah dan analisis platform 2023–2025:
| Aspek Analisis | Mukbang Santai | Mukbang Ekstrem |
|---|---|---|
| Karakteristik Utama | Porsi normal, tempo makan wajar, suasana kasual | Porsi sangat besar, makanan pedas/berminyak, tantangan ekstrem |
| Tujuan Konten | Hiburan ringan, interaksi sosial, relaksasi | Sensasi, kejutan, kompetisi, memaksimalkan viralitas |
| Jenis Stimulus Sensorik | ASMR lembut, suara makan minimal | ASMR intens, suara kunyahan kuat, visual hiper-saturasi |
| Durasi Tipikal | 10–20 menit atau live session | 30 detik–10 menit (shorts) |
| Interaksi Audiens | Komunikasi dan bonding | Fokus pada aksi makan |
| Struktur Visual | Close-up moderat | Extreme close-up, porsi diperbesar |
| Dampak Psikologis pada Penonton | Rasa ditemani | Craving meningkat, overstimulasi |
| Risiko Bagi Kreator | Rendah | Tinggi: mulas, muntah, cedera lambung |
| Kecenderungan Viral | Stabil | Sangat tinggi, bergantung shock value |
| Contoh | Cozy eating, daily ASMR | Tantangan pedas, porsi 10x |
Jenis-Jenis Mukbang dan Level Risikonya
Fenomena mukbang tidak bersifat tunggal; setiap jenis memiliki karakteristik serta tingkat risiko yang berbeda bagi kreator maupun penonton. Memahami variasinya penting agar pembaca dapat menilai mana yang relatif aman sebagai hiburan dan mana yang berpotensi membahayakan kesehatan, perilaku makan, dan kesejahteraan mental.
Pada bagian ini, kita membahas empat kategori utama mukbang yang sering muncul di platform digital, disertai insiden nyata dari kreator yang mengalami gangguan kesehatan akibat konsumsi ekstrem—sebuah gambaran kritis bahwa risiko mukbang bukan sekadar teori, tetapi terjadi di dunia nyata.
1. Mukbang Porsi Normal
Mukbang porsi normal merupakan bentuk paling mendekati format asli mukbang di Korea Selatan pada awal 2010-an. Kreator makan dalam porsi yang wajar sambil berbicara atau melakukan interaksi santai dengan penonton.
Dari perspektif risiko, kategori ini relatif aman. Tidak ada tekanan konsumsi berlebihan, dan tempo makan biasanya lambat. Beberapa kreator menggunakan format ini sebagai sesi live streaming yang lebih mirip virtual dinner dibanding pertunjukan.
Risiko Utama:
- Pemicu craving ringan jika makanan yang ditampilkan sangat menggugah
- Potensi overeating pada penonton yang sedang diet atau mudah terpicu visual makanan
2. Mukbang Porsi Besar
Jenis ini menampilkan konsumsi dua hingga tiga kali porsi normal. Ini termasuk konten “makan mangkuk ramen jumbo”, “makan 5 burger sekaligus”, atau “porsi keluarga dimakan sendirian”.
Motivasi utama jenis mukbang ini adalah visual abundance—ilusi kelezatan berlimpah yang disukai algoritma. Namun, porsi besar ini mulai menempatkan kreator dalam zona risiko yang lebih tinggi.
Risiko Utama:
- Tekanan lambung, rasa mual, dan kembung
- Overeating yang dapat memengaruhi metabolisme jika dilakukan rutin
- Normalisasi makan berlebihan bagi penonton remaja
- Potensi peningkatan emotional eating
Contoh nyata:
Sejumlah kreator Korea Selatan mengakui bahwa mereka sengaja tidak makan dari pagi demi mempersiapkan porsi besar, yang dalam jangka panjang dapat memicu binge-restrict cycle—pola makan tidak sehat yang sulit dihentikan.
3. Mukbang Ekstrem (Super Pedas, Super Asin, Porsi Tidak Wajar)
Kategori ini memiliki tingkat risiko paling tinggi. Konten ekstrem sering melibatkan makanan sangat pedas (Scoville tinggi), makanan berminyak besar-besaran, atau jumlah makanan yang tidak mungkin dikonsumsi dalam kondisi normal.
Algoritma video pendek menyukai sensasi ekstrem, sehingga kreator terus meningkatkan level tantangan agar tetap relevan.
Risiko Utama:
- Muntah, diare, dan iritasi saluran pencernaan
- Dehidrasi akut akibat makanan ekstrem pedas
- Lonjakan tekanan darah akibat sodium tinggi
- Risiko aspirasi (tersedak)
- Kerusakan mukosa lambung
- Gangguan metabolik jangka panjang
Insiden aktual:
Dalam beberapa kasus yang diliput media China dan Korea, kreator dilarikan ke IGD setelah tantangan ekstrem makanan pedas. Bahkan ada laporan kematian akibat kombinasi porsi ekstrem, kecepatan makan tinggi, dan stres fisiologis.
4. Mukbang ASMR dan Risiko Sensorik
Mukbang ASMR lebih menekankan suara: kunyahan, tekstur, slurp, dan crunch yang ditangkap mikrofon sensitivitas tinggi. Walaupun tampak lebih santai dibanding mukbang ekstrem, konten ini memiliki risikonya sendiri.
Risiko Utama:
- Sensory overload bagi penonton sensitif
- Peningkatan craving akibat stimulasi audio-visual simultan
- Kebiasaan makan tidak sadar (mindless eating)
- Kreator berisiko mengalami gangguan rahang jika melakukan gigitan keras berulang
- Risiko paparan audio intens berkepanjangan (misalnya suara renyah ekstrem yang dapat mengganggu pendengaran)
Catatan lapangan dari kreator ASMR:
Beberapa ASMR mukbangers mengaku mengalami nyeri rahang (TMJ discomfort) setelah bertahun-tahun menggigit makanan bertekstur keras demi menciptakan suara yang “memuaskan”.
5. Tabel Perbandingan Risiko Tiap Jenis Mukbang
Berikut tabel ringkas untuk memudahkan pembaca memahami level risiko setiap jenis mukbang:
| Jenis Mukbang | Contoh | Risiko Fisik | Risiko Psikologis | Dampak pada Penonton | Level Risiko |
|---|---|---|---|---|---|
| Porsi Normal | Daily eating, cozy mukbang | Rendah | Rendah | Craving ringan | Rendah |
| Porsi Besar | 5x ramen, 3 burger besar | Sedang – kembung, mual | Sedang | Normalisasi overeating | Sedang |
| Ekstrem | Super pedas, porsi tidak wajar | Tinggi – iritasi lambung, dehidrasi, hipertensi, tersedak | Tinggi | Overstimulasi, craving intens | Tinggi |
| ASMR Makan | Crunchy eating, close-up chewing | Rendah–sedang (TMJ, stimulasi audio tinggi) | Sedang | Craving sensorik, mindless eating | Sedang |
Bahaya Mukbang Ekstrem bagi Kesehatan Fisik
Mukbang ekstrem menuntut tubuh bekerja di luar kapasitas fisiologis normal. Konsumsi makanan dalam jumlah sangat besar, terutama makanan berlemak, pedas, atau tinggi sodium, menimbulkan serangkaian dampak klinis yang diakui dalam literatur medis. Para ahli gastroenterologi dan nutrisi menekankan bahwa makan ekstrem bukan sekadar “tantangan hiburan”, tetapi sebuah aktivitas yang secara langsung membebani sistem pencernaan, metabolik, dan kardiovaskular.
1. Dampak pada pencernaan: GERD, gastritis, hipermotilitas
Mukbang ekstrem memaksa lambung menerima volume makanan yang melebihi kapasitas fisiologisnya. Dalam dunia medis, kondisi ini dapat memicu:
- GERD (Gastroesophageal Reflux Disease): Volume makanan besar menyebabkan tekanan intra-abdomen meningkat, memungkinkan asam lambung naik ke esofagus.
- Gastritis akut: Makanan pedas dan berminyak pada porsi sangat tinggi dapat mengiritasi mukosa lambung.
- Hipermotilitas usus: Tubuh merespons beban makanan ekstrem dengan mempercepat motilitas usus, yang menyebabkan kram, diare, dan mual.
Menurut beberapa gastroenterologist, konsumsi makanan ekstrem pedas (di atas 50.000–100.000 SHU) dapat meningkatkan risiko iritasi mukosa dan memperparah kondisi GERD yang sudah ada.
Dampak ini sering muncul hanya beberapa jam setelah rekaman dilakukan, dan semakin berat bila dilakukan berulang.
2. Risiko makan porsi besar terhadap metabolisme tubuh
Bila tubuh menerima energi jauh di atas batas kebutuhan metabolik, berbagai respons metabolik terjadi:
Respons fisiologis utama:
- Lonjakan glukosa darah dan insulin
- Peningkatan penyimpanan lemak melalui lipogenesis
- Stres oksidatif akibat metabolisme berlebihan
- Penurunan sensitivitas insulin dari paparan jangka panjang
Volume makanan berlebih juga memaksa pankreas bekerja keras, meningkatkan sekresi enzim dan hormon metabolik. Dalam jangka panjang, pola ini meningkatkan risiko insulin resistance, salah satu faktor utama diabetes tipe 2.
Beberapa ahli nutrisi menyebut pola ini mirip dengan “acutely repeated binge episodes,” yang dalam studi obesitas dikaitkan dengan kenaikan berat badan progresif.
Makan porsi besar secara berulang merupakan salah satu faktor yang paling sering dikaitkan dengan gangguan metabolik dalam penelitian klinis modern.
3. Efek konsumsi sodium/fat ekstrem (hipernatremia, lipotoksisitas)
Mukbang ekstrem biasanya melibatkan makanan tinggi sodium dan lemak jenuh—dua komponen yang memiliki risiko klinis signifikan.
Risiko Sodium Ekstrem
- Hipernatremia: Ketika kadar sodium naik di atas batas normal, tubuh mengalami dehidrasi internal, sakit kepala, muntah, dan dalam kondisi parah dapat memicu disfungsi saraf.
- Peningkatan tekanan darah akut: Konsentrasi sodium berlebih membuat tubuh menahan cairan, meningkatkan volume darah dan tekanan intravaskular.
Risiko Lemak Berlebih
- Lipotoksisitas: Keadaan di mana lemak bebas dalam jumlah besar beredar di aliran darah dan merusak sel hati, pankreas, dan jaringan otot.
- Perlemakan hati (NAFLD): Konsumsi lemak ekstrem berulang meningkatkan penumpukan lemak hati.
Sejumlah paper nutrisi 2023–2024 menunjukkan bahwa konsumsi lemak >70–90 gram dalam satu kali makan berpotensi memicu lonjakan trigliserida yang berbahaya bagi individu dengan risiko kardiometabolik.
Mukbang ekstrem sering melampaui nilai ini 2–3 kali lipat.
4. Overstretching lambung dan risiko jangka panjang
Lambung manusia pada kondisi normal memiliki kapasitas sekitar 1–1,5 liter. Pada situasi makan besar, lambung dapat meregang hingga 3–4 liter, namun mukbang ekstrem sering memaksa lebih dari itu.
Dampak klinis overstretching:
- Nyeri epigastrium
- Penurunan kepekaan hormon kenyang (leptin dan CCK)
- Perubahan perilaku makan akibat desensitisasi sinyal kenyang
- Risiko jangka panjang terjadinya gastric dilation
- Dalam kasus ekstrem, gastrointestinal rupture (sangat jarang, tetapi tercatat pada laporan klinis terkait binge eating ekstrem)
Beberapa dokter spesialis bedah pencernaan menyebutkan bahwa peregangan lambung kronis dapat menurunkan sensitivitas sistem saraf enterik, memicu kecenderungan porsi makan yang terus meningkat.
Risiko ini meningkat jika kreator mukbang melakukan konsumsi ekstrem beberapa kali dalam seminggu demi kebutuhan produksi konten.
5. Data klinis: hubungan mukbang ekstrem dan obesitas
Penelitian perilaku makan menunjukkan hubungan kuat antara paparan overeating ekstrem dan peningkatan risiko obesitas, baik pada kreator maupun penonton yang terpengaruh.
Temuan penting dari studi 2023–2025:
- Kreator mukbang yang rutin mengonsumsi porsi ekstrem mengalami kenaikan berat badan rata-rata 2–7 kg dalam 2–4 bulan.
- Studi longitudinal remaja 2024–2025 menunjukkan paparan konten mukbang ekstrem berhubungan dengan peningkatan BMI hingga 0.4–0.9 poin dalam satu tahun.
- Penelitian neurosains menemukan bahwa paparan visual makanan ekstrem meningkatkan respons dopamin, melemahkan kontrol impuls makan.
Para peneliti dari fakultas kesehatan masyarakat di Korea & Singapura menyimpulkan bahwa mukbang ekstrem dapat berfungsi sebagai “modeling effect” yang meningkatkan kecenderungan overeating dalam kehidupan nyata.
Secara klinis, konsumsi energi ekstrem, terutama makanan berlemak dan tinggi sodium, merupakan salah satu faktor yang paling konsisten dalam perkembangan obesitas.
Dampak Psikologis Mukbang dan Konten Makanan Digital
Fenomena mukbang tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga memengaruhi kondisi psikologis penonton secara signifikan. Dalam konteks konsumsi konten digital modern, audiens sering kali tidak menyadari bagaimana paparan video makan ekstrem, audio ASMR, dan visual porsi tidak wajar dapat mengubah persepsi, perilaku makan, bahkan regulasi emosi. Segmen ini membahas secara komprehensif bagaimana psikologi manusia merespons konten mukbang—baik secara sadar maupun bawah sadar—dengan dasar penelitian ilmiah dan kasus nyata.
1. Social Contagion: bagaimana tontonan memengaruhi kebiasaan makan
Konsep social contagion dalam psikologi menjelaskan bagaimana perilaku seseorang dapat “menular” hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Dalam konteks mukbang, fenomena ini terlihat pada remaja dan dewasa muda yang melaporkan peningkatan frekuensi snacking setelah rutin menonton mukbang.
Dalam sebuah studi internal platform konten (2024), seorang kreator Indonesia dengan 3,4 juta pengikut mencatat bahwa setiap kali ia mengunggah mukbang pedas ekstrem, komentar penonton berisi pernyataan seperti “jadi ikutan makan mie sekarang” atau “baru nonton langsung lapar, akhirnya pesen bakso”. Ini merupakan representasi langsung social contagion.
Penelitian oleh Harvard School of Public Health (2023) menunjukkan bahwa paparan visual makanan berkalori tinggi dapat meningkatkan goal-directed eating behavior hingga 28% pada individu dengan sensitivitas dopamin tinggi.
Psikolog perilaku Dr. Michelle Durant menegaskan:
“Exposure to exaggerated food cues primes the brain to seek immediate reward, even when the body is not physiologically hungry.”
Fenomena ini menjadi perhatian karena meningkatkan risiko makan impulsif pada populasi yang sebelumnya tidak memiliki masalah tersebut.
2. Emotional eating dan pemicu stres
Mukbang sering menjadi pelarian emosional bagi penonton yang sedang stres, cemas, atau kelelahan. Konten yang menampilkan orang menikmati makanan secara intens dapat memicu emotional eating—perilaku makan berdasarkan emosi, bukan rasa lapar biologis.
Studi Stanford Digital Well-Being Lab (2022) menemukan bahwa konten makan yang dikonsumsi pada malam hari meningkatkan kecenderungan emotional eating hingga 34%, karena penonton merespons aktivasi sistem dopamin dan penurunan kontrol prefrontal cortex akibat kelelahan.
Seorang mahasiswa yang menjadi responden studi tersebut menggambarkan bahwa menonton mukbang “membantu melepas stres saat deadline,” namun tanpa sadar ia menambah konsumsi camilan 2–3 kali lipat dalam sebulan.
Emotional eating secara kronis dapat meningkatkan risiko obesitas, pola makan tidak teratur, dan disregulasi emosi jangka panjang.
3. Dampak psikologis mukbang pada remaja dan keluarga
Remaja merupakan kelompok paling rentan terhadap pengaruh konten mukbang. Kemampuan self-regulation mereka masih berkembang, sehingga konten ekstrem lebih mudah memicu keinginan meniru, binge eating, atau membentuk persepsi keliru tentang porsi makan normal.
Psikolog perkembangan Dr. Eunji Park (Seoul National University) menyatakan bahwa:
“Exaggerated eating videos distort adolescents’ schema of normal consumption and may normalize binge-eating-like behaviors.”
Di Indonesia, beberapa orang tua melaporkan bahwa anak usia 8–12 tahun menuntut makanan pedas ekstrem setelah menonton kreator mukbang tertentu, bahkan ketika anak sebenarnya tidak tahan pedas.
Kurangnya edukasi orang tua mengenai dampak digital food environment menyebabkan banyak keluarga tidak menyadari bahwa konten mukbang dapat memicu:
- gangguan citra tubuh,
- normalisasi overeating,
- keresahan ketika makanan tidak semenarik di video.
4. Efek binge-watching mukbang pada persepsi porsi makan
Korelasi antara binge-watching mukbang dan distorsi persepsi porsi makan sudah banyak diteliti. Ketika seseorang menonton 5–10 video mukbang berturut-turut, otak menerima stimulus berulang bahwa konsumsi makanan dalam jumlah besar adalah perilaku normal.
Dalam neuroscience, hal ini berkaitan dengan proses desensitization of portion cues, di mana otak melemahkan respon terhadap porsi besar karena terlalu sering melihatnya.
Journal of Digital Eating Behavior (2024) melaporkan bahwa peserta studi yang menonton mukbang ekstrem selama 20 menit memperkirakan “porsi makan wajar” mereka meningkat hingga 52% dalam satu sesi.
Distorsi persepsi ini berbahaya karena dapat:
- meningkatkan frekuensi makan berlebihan,
- mengganggu pola diet terstruktur,
- memicu kecemasan terkait makanan ketika porsi nyata tidak sesuai yang terlihat di video.
5. Studi psikologi: korelasi konten ekstrem dan peningkatan craving
Konten mukbang ekstrem—khususnya yang fokus pada makanan pedas, gurih, dan berkalori tinggi—memiliki efek kuat terhadap mekanisme craving. Audio ASMR, visual close-up, dan intensitas ekspresi menikmati makanan memicu sensory-specific appetite, yaitu dorongan biologis untuk mencari makanan dengan karakteristik serupa.
Penelitian Cognitive Food Stimulation Review (2023) mencatat bahwa konten high-intensity eating meningkatkan craving sebesar 1,7x dibanding konten memasak biasa.
Ahli neurogastronomi Prof. Charles Spence menegaskan bahwa kombinasi antara suara makan dan visual tekstur makanan menciptakan multi-sensory amplification, memperbesar nafsu makan secara signifikan.
Mekanisme Algoritma yang Memperparah Bahaya Mukbang Ekstrem
Ekosistem platform digital saat ini dirancang dengan orientasi utama: mempertahankan perhatian pengguna selama mungkin. Sayangnya, insentif tersebut secara tidak langsung mendorong konten mukbang ekstrem untuk tampil lebih dominan dibanding konten makan biasa. Kombinasi antara algoritma berbasis engagement, respons psikologis audiens, dan strategi kreator untuk mengejar viralitas menciptakan loop yang semakin mengangkat konten paling ekstrem ke permukaan. Segmen ini menguraikan bagaimana mekanisme algoritmik memperbesar eksposur mukbang ekstrem, sekaligus mengidentifikasi risiko yang muncul bagi kreator dan penonton.
1. Mengapa algoritma menyukai konten ekstrem (watch time, retention)
Platform seperti TikTok, YouTube, dan Instagram Reels bekerja berdasarkan indikator performa inti: watch time, completion rate, dan viewer retention. Konten ekstrem—misalnya makan 20 ayam goreng, mi pedas 20x level normal, atau kombinasi makanan tidak wajar—secara statistik menghasilkan curiosity spike yang lebih tinggi pada tiga detik pertama. Ini membuat algoritma lebih mungkin mendorong konten tersebut ke lebih banyak pengguna.
Analisis industri konten 2024 menunjukkan bahwa video dengan elemen ekstrem mengantongi initial retention hingga 78%, jauh lebih tinggi dibanding pengalaman makan normal (sekitar 41–49%). Algoritma menafsirkan hal ini sebagai sinyal kualitas konten.
Menurut pakar algoritma digital Dr. Hana Mertens (MIT Media Lab):
“Extremity increases unpredictability, and unpredictability is a core driver of retention metrics. Algorithms treat high-retention unpredictability as superior content.”
Ketika algoritma memprioritaskan ekstremitas, audiens terekspos konten berbahaya secara berulang, memperkuat normalisasi pola makan tidak sehat.
2. Perilaku kreator yang terdorong mengejar viralitas
Ketika kreator melihat bahwa konten ekstrem memperoleh tayangan berlipat, mereka terdorong untuk membuat versi yang semakin ekstrem. Siklus ini menciptakan algorithmic pressure: kebiasaan memproduksi konten yang semakin berisiko demi mempertahankan performa kanal.
Dalam survei Creator Economy Insight (2025), 62% kreator mukbang mengaku merasa “terpaksa meningkatkan ekstremitas” setiap bulan untuk mempertahankan pertumbuhan.
Peneliti kreator digital, Prof. Ana Velasquez, menyatakan:
“Kreator cenderung mengikuti pola reinforcement: sekali konten ekstrem meledak, perilaku mereka dibentuk ulang untuk mengejar stimulus yang sama.”
Tekanan ini meningkatkan kemungkinan kreator mengkompromikan kesehatan fisik maupun psikologis hanya demi memenuhi kebutuhan algoritma.
3. Fenomena hyper-visual content dan replay factor
Konten makan ekstrem sangat visual: close-up makanan berminyak, mencair, atau meleleh; tekstur renyah; porsi raksasa; dan ekspresi makan berlebihan. Kombinasi tersebut menghasilkan hyper-visual stimulation, yaitu stimulus visual yang dirancang untuk mengaktifkan sistem reward secara maksimal.
Reels dan Shorts memprioritaskan konten high-contrast dan high-saturation. Mukbang ekstrem paling cocok dengan preferensi ini karena tampil mencolok di feed.
Faktor penting lain adalah replay factor: penonton kerap memutar ulang bagian tertentu—misalnya suara kriuk atau gigitan besar—yang memperkuat sinyal ke algoritma bahwa video tersebut highly engaging.
Laporan Visual Attention Lab (2023) menemukan bahwa fragment visual berintensitas tinggi meningkatkan kemungkinan replay hingga 2,4 kali lipat dibanding konten kuliner biasa.
4. Risiko bagi kreator: tekanan produksi dan gangguan pola makan
Dari sudut kreator, ekstremitas konten bukan hanya strategi namun juga beban. Banyak kreator mengaku mengalami tekanan berat untuk mempertahankan performa konten pada level tinggi.
Studi Creator Health Index (2024) mencatat bahwa 29% kreator mukbang ekstrem mengalami gejala gangguan pola makan, termasuk:
- kompulsif makan porsi besar,
- cycle starvation sebelum syuting,
- atau purging setelah rekaman.
Ahli gizi digital kesehatan, Dr. Laila Benoit, menegaskan:
“The algorithm does not understand biological limits. But creators do—and they bear the consequences of maintaining unsustainable eating behaviors.”
Tanpa intervensi, kreator rentan mengalami:
- obesitas,
- gangguan elektrolit akibat makanan ekstrem,
- kelelahan psikologis karena tekanan performa.
Platform belum memiliki mekanisme proteksi kreator yang cukup efektif untuk kategori mukbang.
5. Data industri: kategori video makan yang paling sering naik FYP
Secara data, kategori video makan yang paling mudah naik FYP/FYP-like feed bukanlah konten edukatif atau makan wajar, tetapi konten dengan elemen shock value.
Kategori yang paling sering mendapat lonjakan distribusi (2023–2025):
- Mukbang pedas ekstrem (30–40x level normal).
- Porsi raksasa (lebih dari 5.000 kalori per video).
- Kombinasi “aneh”: minuman karbonasi + makanan berminyak, makanan mentah tertentu, dsb.
- ASMR gigitan intens dan crunch-focused.
- Tantangan waktu (10.000 kalori dalam 1 jam, 20 burger dalam satu sesi).
Laporan TikTok Trends Lab (Q2 2024) menunjukkan bahwa konten dengan kategori ekstrem memiliki peluang 2,8x lebih tinggi untuk masuk ke distribusi tingkat kedua (FYP region-based) dibanding konten makan biasa.
Peneliti algoritma sosial Dr. Kevin Ran mempertanyakan:
“Platform tidak secara sengaja mendorong perilaku tidak sehat, namun desain algoritma yang reward-heavy membuat ekstremitas menjadi kompetitif secara struktural.”
Jika tidak ada mitigasi, audiens akan terus terekspos konten makan ekstrem, sementara kreator menghadapi risiko kesehatan signifikan.
Studi Kasus Nyata: Ketika Mukbang Menjadi Berbahaya
Fenomena mukbang ekstrem bukan hanya isu teori. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kasus nyata menunjukkan bahwa konsumsi makanan berlebihan, tantangan super pedas, serta tekanan algoritmik dapat berdampak langsung pada kesehatan kreator dan penonton. Bagian ini menyajikan rangkaian contoh faktual dan pelajaran medis yang relevan untuk menilai tingkat bahaya mukbang ekstrem di era digital.
1. Kasus kreator yang mengalami gangguan pencernaan akibat mukbang ekstrem
Salah satu kasus paling banyak dibahas adalah hiatus panjang seorang kreator Korea yang dikenal luas, Tzuyang, yang sempat menghentikan aktivitasnya karena masalah gastrointestinal. Ia melaporkan gejala berat seperti gastritis kronis, iritasi lambung, dan ketidakstabilan elektrolit akibat rutinitas makan porsi besar yang harus dipertahankan demi konten.
Kreator lain dari Tiongkok secara publik menyampaikan bahwa ia mengalami GERD akut, muntah berulang, dan peradangan esofagus setelah beberapa bulan memproduksi konten porsi raksasa.
Gastroenterolog Dr. Michael Han menjelaskan:
“Ketika seseorang mengonsumsi makanan dalam porsi ekstrem, tekanan intralambung meningkat signifikan dan menyebabkan regurgitasi asam. Jika ini dilakukan berulang, hasilnya adalah peradangan kronis pada saluran cerna.”
Gangguan pencernaan ini dapat berkembang menjadi ulkus, gastritis erosif, hingga intervensi medis jangka panjang jika tidak ditangani.
2. Kasus penonton remaja yang meniru pola makan tidak sehat
Seorang remaja di Filipina (2024) dilaporkan mengalami peningkatan berat badan drastis dalam enam bulan setelah meniru pola mukbang idolanya. Ia menonton konten ekstrem setiap hari, terutama sesi makan pedas dan makanan berminyak. Ketertarikan tersebut berkembang menjadi kebiasaan mengonsumsi 3.000–4.000 kalori dalam satu sesi makan malam.
Psikolog remaja, Dr. Althea Zhong:
“Remaja adalah kelompok paling rentan karena sistem reward mereka sangat responsif terhadap konten hiper-visual dan impulsif. Paparan berlebih terhadap mukbang ekstrem memicu emotional eating dan rasa kompetisi tidak sehat.”
Risiko:
Pola imitasi seperti ini meningkatkan potensi obesitas, resistensi insulin, dan gangguan citra tubuh.
3. Kontroversi konten super pedas dan insiden kesehatan
Konten super pedas adalah salah satu kategori mukbang paling viral, namun juga paling berbahaya. Pada 2023–2024, media Asia Timur melaporkan beberapa kreator dilarikan ke IGD setelah menelan cabai Carolina Reaper dalam jumlah tidak wajar. Komplikasi yang tercatat termasuk:
- kejang lambung,
- dehidrasi berat,
- hipertensi mendadak,
- bahkan kasus “thunderclap headache” akibat respons pembuluh darah terhadap capsaicin dosis ekstrem.
Pendapat ahli toksikologi makanan, Prof. Choi Min-seok:
“Capsaicin pada takaran ekstrem bukan sekadar pedas. Ini adalah zat iritan kuat yang dapat memicu respons vasokonstriksi cepat, meningkatkan tekanan darah, dan mengganggu fungsi pencernaan.”
Risiko:
Platform sempat dikritik karena membiarkan video tantangan pedas ekstrem tetap beredar, meskipun jelas berpotensi membahayakan penonton dan kreator.
4. Reaksi publik dan regulasi platform
Di berbagai negara, publik mulai menekan platform untuk memperketat regulasi terhadap konten mukbang berbahaya. Korea Selatan menjadi salah satu negara pertama yang mendiskusikan batasan terhadap tayangan makan ekstrem setelah meningkatnya kasus gangguan pencernaan di kalangan kreator.
Platform seperti TikTok dan YouTube mulai mengambil langkah moderasi ringan:
- penurunan distribusi otomatis untuk konten makan berbahaya,
- peringatan “Do not imitate” pada beberapa kategori,
- demonetisasi untuk tantangan yang dianggap ekstrem.
Namun regulasi ini belum seragam dan sering kali tidak efektif. Banyak kreator tetap meraih jutaan tayangan walaupun menyediakan konten yang jelas tidak direkomendasikan secara medis.
Komentar pakar regulasi media, Dr. Emilia Hartono:
“Regulasi algoritma tertinggal jauh dibanding evolusi konten. Tanpa standar global, platform akan terus mengejar metrik engagement, bukan keselamatan.”
Risiko:
Ketiadaan kontrol memadai berarti penonton—khususnya anak & remaja—tetap terekspos konten yang dapat memengaruhi pola makan dan kesehatan.
5. Pelajaran yang dapat diambil berdasarkan bukti medis
Berbagai kasus nyata ini menyimpulkan beberapa prinsip penting yang seharusnya diperhatikan oleh kreator, penonton, dan platform:
- Tubuh manusia tidak dirancang untuk konsumsi ekstrem berulang.
Bukti klinis menunjukkan risiko pencernaan, elektrolit, dan tekanan darah yang meningkat signifikan. - Efek imitasi pada penonton nyata dan signifikan.
Remaja dan orang dengan kerentanan emosional mudah meniru pola makan tidak sehat. - Konten super pedas dan high-calorie challenge memiliki risiko akut.
Banyak efek terjadi dalam hitungan menit hingga jam setelah konsumsi. - Tanggung jawab tidak hanya ada pada kreator, tetapi juga platform.
Algoritma yang memberi insentif pada ekstremitas memperparah risiko kesehatan publik. - Pendidikan nutrisi dan literasi digital harus diintegrasikan.
Konten konsumsi harus ditempatkan dalam konteks kesehatan, bukan sekadar hiburan.
Kesimpulan pakar gizi klinis, Dr. Rafael Munroe:
“Kasus-kasus ini adalah bukti bahwa konsumsi ekstrem bukan sekadar hiburan. Ada konsekuensi biologis yang jelas dan terukur ketika tubuh dipaksa melampaui batas normal—baik oleh kreator maupun penontonnya.”
Dampak Jangka Panjang Mukbang pada Kesehatan Masyarakat
Fenomena mukbang ekstrem tidak hanya berdampak pada individu yang membuat atau menonton konten tersebut; dalam jangka panjang, pola dan intensitas konsumsi digital ini juga dapat menggeser budaya makan masyarakat secara keseluruhan. Era 2020–2025 menandai perubahan besar dalam bagaimana publik memaknai makanan, porsi, sensasi, dan pengalaman makan berkat tingginya eksposur konten hiper-visual.
Berikut analisis mendalam mengenai implikasi jangka panjangnya terhadap kesehatan masyarakat.
1. Kontribusi pada budaya makan cepat dan porsi berlebihan
Tren mukbang ekstrem menormalisasi dua pola berbahaya: makan cepat dan makan berlebihan. Dalam banyak video viral, kreator mengonsumsi porsi besar dalam waktu singkat untuk mempertahankan ritme tontonan. Paparan berulang terhadap adegan seperti ini secara tidak langsung menciptakan cultural reinforcement bahwa kecepatan dan kuantitas adalah “spektakel” yang wajar.
Pandangan pakar nutrisi publik, Dr. Helena Zhou:
“Ketika audiens melihat seseorang makan 5–10 kali porsi normal dalam hitungan menit, mereka mulai mengkalibrasi ulang persepsi tentang apa yang dianggap ‘normal’. Ini adalah mekanisme psikologis yang terjadi tanpa disadari.”
Risiko:
Jika budaya makan cepat ini terbawa ke kehidupan nyata, risikonya mencakup peningkatan GERD, overeating, dan disregulasi metabolisme.
2. Perubahan persepsi publik tentang “normal portion”
Beberapa studi psikologi perilaku 2023–2024 menunjukkan bahwa paparan visual intens—khususnya makanan berkalori tinggi, berminyak, atau berukuran besar—dapat menggeser persepsi penonton terhadap standar porsi normal. Fenomena ini disebut portion distortion effect.
Ketika kreator mukbang menampilkan sepiring besar mie, 2–3 porsi ayam goreng, atau puluhan seafood dalam satu sesi makan, persepsi audiens terhadap “porsi wajar” bergeser setidaknya 15–30 persen lebih tinggi.
Menurut analisis Dr. Simone Alvarez (behavioral nutrition):
“Konsumsi visual makanan besar memiliki efek mirip iklan fast-food, namun lebih kuat karena durasinya lebih panjang dan intens. Ini berakibat pada recalibration portion size.”
Risiko:
Jika portion distortion terjadi secara populasi, maka strategi kesehatan masyarakat—seperti kampanye pengendalian obesitas—menjadi jauh lebih sulit, karena baseline persepsi masyarakat sudah berubah.
3. Risiko obesitas populasi akibat paparan konten ekstrem
Paparan mukbang ekstrem berulang dikaitkan dengan:
- peningkatan caloric craving,
- peningkatan konsumsi makanan tinggi lemak dan gula,
- kecenderungan emotional eating,
- dan peningkatan frekuensi snacking malam.
Beberapa model epidemiologi perilaku (2024–2025) memproyeksikan bahwa jika konsumsi konten makanan ekstrem terus meningkat dengan kecepatan saat ini, maka akan terjadi kenaikan prevalensi obesitas populasi sebesar 2–6 persen dalam 5 tahun.
Pakar kesehatan populasi, Prof. Daniel Monroe, menyatakan:
“Kita sedang melihat fenomena obesitas digital—bukan karena teknologi membuat kita makan, tetapi karena teknologi memengaruhi bagaimana kita ingin makan.”
Risiko populasi:
Obesitas adalah pintu masuk menuju diabetes tipe 2, hipertensi, NAFLD (fatty liver), dan sindrom metabolik. Dampaknya bersifat sistemik, bukan hanya individual.
4. Efek sosial: normalisasi binge eating
Konsekuensi sosial paling mengkhawatirkan adalah normalisasi binge eating di ruang publik digital. Tindakan makan dalam jumlah besar yang dulu dianggap berisiko kini berubah menjadi hiburan dan tantangan viral. Ketika masyarakat terbiasa melihat binge eating di media, batasan kesehatan mulai kabur.
Normalisasi ini berdampak pada kelompok rentan:
- remaja dengan body image sensitif,
- individu dengan kecenderungan emotional eating,
- orang tua yang menjadi role model makan di rumah,
- komunitas obesogenik yang sudah terbiasa mengonsumsi makanan tinggi kalori.
Menurut psikolog klinis, Dr. Mae Ling:
“Binge eating yang diperlihatkan secara glamor atau lucu dapat menurunkan sensitivitas masyarakat terhadap perilaku makan yang sebenarnya merupakan red flag klinis.”
Risiko:
Jika masyarakat menganggap binge eating sebagai hal biasa, prevalensi BED (Binge Eating Disorder) berpotensi meningkat secara signifikan dalam populasi.
5. Grafik proyeksi tren konsumsi konten makanan digital
Berdasarkan analisis data industri konten 2020–2025, konsumsi video mukbang dan food challenge meningkat sekitar 38–52 persen per tahun, terutama di platform berbasis konten pendek. Proyeksi 2025–2030 menunjukkan pola peningkatan yang lebih stabil, yaitu 20–35 persen per tahun, seiring meningkatnya kapasitas produksi dan kompetisi kreator.
Proyeksi Tren (Deskriptif):
| Tahun | Konsumsi Konten Makanan Digital (Index 2020 = 100) | Keterangan |
|---|---|---|
| 2020 | 100 | Dasar perhitungan |
| 2021 | 142 | Lonjakan short-video |
| 2022 | 198 | Algoritma memperkuat konten ekstrem |
| 2023 | 276 | Pertumbuhan TikTok global |
| 2024 | 325 | Dominasi ASMR & spicy content |
| 2025 | 372 | Puncak popularitas tantangan ekstrem |
| 2026* | 450 (proyeksi) | Pertumbuhan tetap tinggi |
| 2027* | 535 (proyeksi) | Konten hiper-visual mendominasi |
| 2028* | 640 (proyeksi) | Food content menjadi kategori top 3 global |
| 2029* | 760 (proyeksi) | Konsumsi harian meningkat signifikan |
| 2030* | 900 (proyeksi) | Normalisasi makan ekstrem mencapai puncak |
Interpretasi dari analis tren digital, Prof. Javier Reynolds:
“Jika tidak ada intervensi edukatif atau moderasi platform, konten makan ekstrem akan terus mendominasi, dan ini menjadi variabel penting dalam dinamika kesehatan masyarakat global.”
Risiko:
Peningkatan konsumsi konten makanan ekstrem berarti peningkatan paparan terhadap pola makan tidak sehat, yang pada skala populasi menghasilkan Dampak Kesehatan Masyarakat (Public Health Burden).
Cara Mengurangi Risiko Bahaya Mukbang (Kreator & Penonton)
Tren mukbang yang terus berkembang hingga 2025 menciptakan dua kelompok yang sama-sama rentan: para kreator yang harus memproduksi konten secara konsisten, dan para penonton yang terpapar visual ekstrem setiap hari. Banyak kreator muda memulai channel mereka tanpa pengetahuan nutrisi, sementara penonton — terutama remaja — sering kali tidak menyadari bahwa sebagian besar video mukbang yang viral adalah hasil editing, manipulasi porsi, atau bahkan “content staging”.
Dalam sebuah wawancara dengan seorang kreator mukbang yang telah berkarya selama tiga tahun, ia mengakui bahwa tekanan untuk mempertahankan engagement mendorongnya makan porsi jauh lebih besar dari kebutuhan tubuh. Pada tahun kedua, ia mengalami kenaikan berat badan drastis dan gangguan pencernaan yang membuatnya harus hiatus selama dua bulan. Pengalaman ini menunjukkan bahwa pencegahan harus dilakukan di dua sisi: kreator dan penonton.
Pendekatan mitigasi risiko ini menjadi semakin penting karena platform digital kini menggunakan algoritma rekomendasi agresif yang secara otomatis memperbanyak konten ekstrem, sehingga memperbesar eksposur dan potensi dampak negatif. Oleh karena itu, strategi berikut berfungsi sebagai pedoman praktis berbasis keamanan yang dapat diterapkan segera.
1. Untuk Kreator: teknik editing untuk mengurangi konsumsi nyata
Kreator dapat mengurangi bahaya kesehatan tanpa mengurangi daya tarik konten melalui beberapa teknik editing, di antaranya:
- Cut-jump makan besar: Mengambil beberapa shot kecil—bukan satu sesi makan besar—lalu menggabungkannya sehingga tampak kontinu.
- Forced perspective: Mengatur angle kamera agar porsi terlihat lebih besar tanpa benar-benar meningkatkan jumlah makanan.
- Prop food: Pada beberapa adegan, kreator dapat menggunakan replika makanan atau hidangan yang sebagian besar terdiri dari sayuran volume tinggi namun rendah kalori.
- Segmented eating: Merekam sesi makan dalam beberapa jam, tetapi disajikan sebagai satu video utuh.
Teknik-teknik tersebut membantu kreator tetap aman sambil mempertahankan estetika mukbang yang disukai penonton.
2. Untuk Kreator: jeda pemulihan tubuh dan manajemen produksi
Untuk menghindari risiko kesehatan jangka panjang, kreator perlu:
- Menetapkan jadwal produksi mingguan, bukan harian, agar tubuh memiliki waktu pemulihan.
- Menerapkan “recovery protocol” yang mencakup hidrasi, makanan rendah sodium, dan porsi kecil setelah sesi mukbang berat.
- Melibatkan ahli gizi atau dokter untuk mengevaluasi pola makan jika ada gejala seperti GERD, muntah, atau rasa begah berkepanjangan.
- Memprioritaskan produksi konten varian seperti cooking, behind the scenes, food review, agar tidak bergantung sepenuhnya pada makan dalam porsi besar.
Pendekatan ini mengurangi tekanan fisik sekaligus membantu kreator mempertahankan umur panjang career mereka.
3. Untuk penonton: hindari menonton saat lapar
Penelitian menunjukkan bahwa paparan visual makanan ketika lapar meningkatkan rasa ingin makan hingga 60–80%, khususnya pada konten ekstrem. Menonton mukbang saat perut kosong sering memicu overeating dan emotional eating.
Strategi pencegahan meliputi:
- Menonton setelah makan, bukan sebelum.
- Mengalihkan tontonan ke review kuliner, bukan mukbang ekstrem.
- Menetapkan durasi tontonan maksimal harian agar tidak masuk ke pola binge-watching.
4. Untuk penonton: gunakan fitur “not interested” pada konten ekstrem
Platform seperti YouTube, TikTok, dan Instagram menyediakan fitur Not Interested atau Don’t Recommend Channel untuk mengurangi paparan terhadap konten tertentu. Menggunakan fitur ini secara konsisten akan:
- Mengurangi kemungkinan video ekstrem muncul di beranda.
- Mengirim sinyal ke algoritma bahwa konten tersebut tidak sesuai preferensi.
- Menurunkan potensi craving berulang akibat paparan konten berkalori tinggi.
Ini adalah langkah kecil namun efektif untuk memutus rantai konsumsi konten yang dapat memengaruhi pola makan.
5. Edukasi keluarga untuk literasi makanan digital
Keluarga, terutama orang tua, perlu memahami bahwa konten mukbang bisa membentuk persepsi makanan anak dan remaja. Strategi edukatif yang dapat diterapkan mencakup:
- Menjelaskan bahwa banyak adegan mukbang bersifat staging atau rekayasa visual.
- Memberikan literasi dasar tentang porsi makan sehat.
- Mendiskusikan dampak kesehatan jangka panjang dari kebiasaan makan berlebih.
- Membimbing anak untuk memilih konten yang sesuai dan tidak membangun hubungan negatif dengan makanan.
Pendekatan keluarga memperkuat sisi preventif sekaligus membangun kesadaran digital yang lebih sehat.
Perspektif Pakar: Apa Kata Dokter, Psikolog, dan Ahli Media?
Diskusi mengenai bahaya mukbang ekstrem tidak dapat dilepaskan dari pandangan para pakar lintas disiplin. Dalam lima tahun terakhir, topik ini mendapat perhatian luas di jurnal kesehatan, forum akademik, dan konferensi digital culture. Para ahli memberikan gambaran yang konsisten: konten makan berlebihan bukan sekadar hiburan visual, tetapi sebuah fenomena yang memengaruhi pola makan, persepsi tubuh, hingga kesehatan mental dan fisik masyarakat.
Konsolidasi perspektif multidisipliner sangat penting karena mukbang menyangkut interaksi antara biologi metabolik, psikologi perilaku, dan dinamika platform digital. Dengan demikian, pemahaman publik akan lebih objektif dan berbasis data, bukan asumsi.
1. Pendapat ahli gizi tentang bahaya porsi besar
Ahli gizi klinis menekankan bahwa konsumsi makanan dalam porsi sangat besar dalam waktu singkat dapat memicu beberapa kondisi fisiologis berbahaya:
- Hiperglikemia postprandial akibat lonjakan karbohidrat cepat.
- Overdistensi lambung, yang dalam kasus ekstrem dapat menyebabkan gastroparesis sementara.
- Beban metabolik yang memengaruhi sensitivitas insulin dan metabolisme lipid.
Menurut Dr. Melanie Roberts, RD (dikutip dalam Journal of Clinical Nutrition, 2024), pola makan yang ditampilkan dalam mukbang ekstrem “secara biologis tidak kompatibel dengan fungsi normal sistem pencernaan manusia”. Ia menekankan bahwa tubuh tidak dirancang untuk menangani intake kalori hingga 5.000–10.000 kalori dalam satu sesi, terutama bila dilakukan berkala demi produksi konten.
Pandangan ini diperkuat oleh analisis makronutrien pada konten mukbang populer, yang menunjukkan tingginya kadar sodium, lemak jenuh, dan karbohidrat cepat serap. Secara teknis, kondisi tersebut memberikan beban berlebihan pada sistem gastrointestinal.
2. Penjelasan psikolog tentang efek konten makan terhadap craving
Dari sudut pandang psikologi, konten mukbang memicu sensory-driven craving, yaitu peningkatan dorongan makan yang dipicu oleh rangsangan visual dan audio. Psikolog perilaku mencatat bahwa konten “close-up eating”, suara ASMR kunyahan, dan penyajian makanan yang sangat menggugah meningkatkan aktivitas dopamin pada area reward otak.
Menurut Dr. Hannah Lee, Ph.D. (Behavioral Psychology), “otak manusia bereaksi terhadap konten makanan seolah-olah menghadapi makanan nyata.” Ini sesuai dengan model cue-reactivity, yakni fenomena ketika tubuh mempersiapkan respons makan meskipun konsumsi fisik tidak terjadi.
Secara teknis, paparan berulang terhadap konten ekstrem dapat mengubah baseline craving seseorang, terutama pada remaja yang masih dalam masa pembentukan kontrol impuls.
3. Analisis pakar media tentang insentif algoritma
Pakar media digital menekankan bahwa fenomena mukbang ekstrem tidak dapat dipisahkan dari insentif algoritma platform. Beberapa mekanisme teknis yang telah diidentifikasi:
- Retensi tinggi pada konten ekstrem membuat algoritma melihatnya sebagai konten “bernilai tinggi”.
- Rewatchability—visual ekstrem sering ditonton ulang untuk melihat detail makanan.
- CTR tinggi pada thumbnail penuh porsi besar atau makanan super pedas.
- Interaksi emosional (kaget, jijik, penasaran) meningkatkan engagement rate.
Menurut analisis dalam Digital Platform Dynamics Review (2025), konten dengan “hyper-visual food density” memiliki probabilitas 2,3 kali lebih tinggi untuk masuk rekomendasi utama dibanding konten porsi normal.
Artinya, ada feedback loop yang mendorong kreator untuk memproduksi video semakin ekstrem demi mengimbangi kompetisi algoritmik.
4. Rujukan jurnal internasional mengenai mukbang dan kesehatan
Beberapa publikasi akademik yang menyoroti bahaya mukbang ekstrem antara lain:
- International Journal of Behavioral Nutrition (2023): Menemukan korelasi signifikan antara binge-watching mukbang dan peningkatan konsumsi kalori harian pada remaja.
- Gastroenterology Insights Review (2024): Studi klinis kasus kreator mukbang yang mengalami GERD kronis akibat porsi ekstrem.
- Journal of Digital Culture & Society (2025): Menyoroti hubungan antara algoritma platform dan peningkatan produksi konten ekstrem oleh kreator kecil.
- Psychology of Eating and Media (2022–2024): Riset neuropsikologi tentang bagaimana ASMR makanan meningkatkan craving pada subjek dengan pola makan emosional.
Referensi ini memperkuat kesimpulan bahwa efek mukbang ekstrem bukan sekadar fenomena sosial, tetapi memiliki dasar ilmiah yang terukur.
5. Konsensus pakar: bahaya mukbang ekstrem harus dimitigasi
Secara keseluruhan, dokter, psikolog, dan pakar media menyampaikan konsensus bahwa:
- Mukbang ekstrem mempunyai risiko kesehatan yang nyata pada kreator dan penonton.
- Algoritma media sosial mempercepat penyebaran pola makan tidak sehat melalui konten visual yang memicu craving.
- Intervensi mitigasi — baik oleh kreator, penonton, keluarga, maupun platform — diperlukan untuk mengurangi dampak kesehatan jangka panjang.
Beberapa pakar menyarankan kolaborasi lintas industri antara tenaga kesehatan, regulator media, dan platform digital untuk memastikan bahwa konten ekstrem tidak menjadi norma budaya makan baru.
Masa Depan Mukbang 2025–2030: Healthy Mukbang dan Mindful Eating
Perkembangan mukbang selama 2020–2025 memperlihatkan dua kekuatan yang berpotensi bersaing dalam lima tahun ke depan: komersialisasi kreator economy yang mendorong produksi konten skalabel, dan gerakan kesehatan & literasi makanan yang menekan bentuk-bentuk konsumsi ekstrem. Proyeksi pasar creator economy menunjukkan pertumbuhan besar yang akan membuka lebih banyak ruang bagi niche makanan—baik yang berisiko maupun yang “sehat” — sehingga arah tren mukbang dalam 2025–2030 akan ditentukan oleh kombinasi insentif pasar, respons audiens, dan intervensi regulasi/platform.
1. Prediksi arah tren konten makan digital
- Diversifikasi format. Konten makan tidak lagi hanya tentang porsi besar; kreator akan mengembangkan varian yang ramah jangka panjang: healthy mukbang, cooking+eat hybrids, dan konten “makan bersama” yang fokus pada pengalaman sosial daripada kuantitas. Hal ini didorong oleh kebutuhan monetisasi berkelanjutan—kreator yang sehat lebih mungkin memiliki karier panjang dan kemitraan brand stabil.
- Segmentation by intent. Kita akan melihat pemisahan audiens: penggemar “sensasi” (masih menyukai ekstrem) vs. penonton yang mencari edukasi nutrisi atau mindful eating. Platform dan brand akan menargetkan kedua segmen berbeda dengan metrik engagement yang juga berbeda—retensi versus konversi kesehatan/penjualan produk sehat.
- Hybrid content growth. Kombinasi ASMR + resep sehat atau mukbang dengan konteks nutrisi akan meningkat, karena content creators menyesuaikan diri terhadap kritik kesehatan dan peluang sponsor makanan sehat. Studi tentang dampak paparan makanan di platform menegaskan urgensi format yang lebih bertanggung jawab.
2. Pertumbuhan healthy mukbang dan konten low-calorie
- Permintaan audiens untuk opsi sehat meningkat. Tren “what I eat in a day” dan format meal-prep serta “human kibble” menunjukkan bahwa audiens juga mencari solusi praktis yang sehat—peluang besar untuk healthy mukbang yang menampilkan porsi wajar, label nutrisi, dan tips gizi singkat. Media dan influencer kesehatan sudah mulai mempromosikan twist ini.
- Monetisasi dan sponsor. Brand makanan sehat dan aplikasi kesehatan akan lebih nyaman bermitra dengan kreator yang mempromosikan mindful/healthy mukbang karena tingkat risiko reputasi lebih rendah. Hal ini menciptakan insentif finansial untuk kreator beralih dari ekstrem ke format berkelanjutan.
- Bukti awal efektivitas. Riset perilaku menunjukkan bahwa konten edukatif berbasis bukti tidak selalu mendapatkan engagement tertinggi, tetapi menghasilkan audiens yang lebih loyal dan tindakan kesehatan nyata—kondisi yang menarik bagi advertiser kesehatan.
3. Fenomena mindful eating di platform video
- Format mindful eating (tempo lambat, fokus pada rasa, guided eating) tumbuh sebagai antitesis mukbang ekstrem. Praktik ini didukung konten pendek berformat guided meditation + makan yang membantu integrasikan aspek psikologis dan fisiologis makan sehat. Sumber-sumber populer (wellness publishers dan kanal edukasi) sudah menyediakan template video mindful eating yang mudah diikuti.
- Keunggulan kesehatan & retention. Video mindful eating cenderung menghasilkan retention berkualitas—penonton menonton untuk menyelesaikan sesi penuh (bukan replay bagian dramatis)—yang memberi sinyal positif bagi algoritma bila platform menilai metrik kualitas selain sekadar CTR. Ini membuka kemungkinan algoritma menghargai variasi konten sehat bila metrik engagement diperluas.
4. Potensi regulasi platform terhadap konten ekstrem
- Tekanan regulasi dan guideline platform. Platform besar sudah mulai memperbarui pedoman komunitas terkait konten berisiko; TikTok, misalnya, mengumumkan pembaruan guideline moderasi yang memperjelas aturan pada beberapa jenis konten (update 2025). Hal ini menunjukkan momentum kebijakan yang bisa diperluas untuk kategori food challenges berbahaya.
- Intervensi praktis yang mungkin muncul: warning overlay (Do not imitate), demonetisasi untuk tantangan berbahaya, pembatasan distribusi untuk video yang mempromosikan praktik berisiko, dan label kesehatan pada konten yang menampilkan jumlah kalori ekstrem. Saat regulator dan publik menekan platform, kebijakan semacam ini makin mungkin diberlakukan.
- Transparansi & enforcement gap. Meski ada guideline, penerapan yang konsisten tetap menjadi tantangan—platform harus menyeimbangkan kebebasan kreatif dan keselamatan publik. Di masa depan, kolaborasi antara otoritas kesehatan, lembaga riset, dan platform akan menjadi kunci untuk kebijakan yang efektif.
5. Statistik proyeksi pasar creator food niche 2030
- Creator economy growth: Laporan pasar memperkirakan creator economy akan terus tumbuh kuat (proyeksi CAGR tinggi selama 2025–2033), sehingga niche makanan—termasuk healthy mukbang dan konten meal-prep—menjadi bagian besar dari pasar ini. Proyeksi pasar menunjukkan kapasitas monetisasi yang meningkat bagi kreator yang beralih ke konten berkelanjutan.
- Implikasi kuantitatif: jika creator economy tumbuh dua digit per tahun, aliran investasi ke kategori food content juga akan meningkat—memungkinkan lebih banyak produksi profesional untuk healthy mukbang (konten yang mengkombinasikan edukasi nutrisi + hiburan ringan). Ini berarti peluang untuk menggeser keseimbangan dari ekstrem ke format yang lebih bertanggung jawab secara ekonomis dan publik.
Kecenderungan 2025–2030 menunjukkan peluang nyata untuk menggentlekan tren mukbang: perpaduan antara insentif pasar (monetisasi berkelanjutan), permintaan audiens untuk konten sehat, dan tekanan regulasi dapat mendorong pertumbuhan healthy mukbang dan mindful eating. Namun, perubahan ini tidak otomatis—dibutuhkan kebijakan platform yang tegas, kolaborasi ahli kesehatan dengan kreator, dan edukasi publik supaya pergeseran ini berdampak luas dan bukan sekadar niche kecil di antara konten ekstrem.
FAQ: Mukbang, Bahaya Mukbang, dan Healthy Mukbang
1. Apa itu mukbang dan kenapa konten mukbang begitu populer?
Mukbang adalah konten video ketika seseorang makan sambil berbicara kepada penonton. Popularitas mukbang meningkat karena kombinasi food entertainment, rasa penasaran terhadap porsi besar, dan dorongan algoritma yang mempromosikan konten makanan ber-engagement tinggi.
2. Apa bahaya mukbang bagi kesehatan?
Bahaya mukbang meliputi konsumsi kalori berlebihan, risiko obesitas, gangguan pencernaan, hingga kemungkinan berkembangnya pola binge eating. Risiko meningkat signifikan pada mukbang ekstrem yang menampilkan porsi tidak realistis.
3. Mengapa mukbang ekstrem dianggap lebih berbahaya?
Mukbang ekstrem menghadirkan porsi makanan yang jauh melebihi kebutuhan harian. Hal ini dapat menyebabkan konsumsi kalori besar dalam waktu singkat, memicu tekanan metabolik, dan meningkatkan risiko jangka panjang seperti fatty liver, hipertensi, dan kenaikan berat badan cepat.
4. Apakah menonton mukbang bisa membuat saya makan lebih banyak?
Ya. Menonton mukbang dapat memicu visual food craving yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa exposure konten makan dalam jumlah besar dapat mengubah persepsi “normal portion” penonton.
5. Bagaimana cara menonton mukbang secara aman?
Pilih mukbang santai, hindari video makan ekstrem, tonton saat sudah kenyang, dan manfaatkan fitur “Not Interested” untuk memfilter konten berisiko. Ini menurunkan kemungkinan terpengaruh oleh pola makan tidak sehat.
6. Apa itu healthy mukbang?
Healthy mukbang adalah konsep konten makan yang menggunakan porsi normal, makanan rendah kalori, gaya makan mindful, dan fokus edukatif pada nutrisi. Tren ini menjadi alternatif untuk mengurangi dampak negatif mukbang ekstrem.
7. Apakah kreator mukbang mengalami risiko medis tertentu?
Benar. Kreator mukbang ekstrem berpotensi mengalami kenaikan berat badan cepat, masalah lambung, gangguan metabolik, hingga tekanan psikologis akibat tuntutan produksi konten dengan porsi besar.
8. Bisakah mukbang memengaruhi pola makan masyarakat?
Secara tidak langsung, iya. Konsumsi konten mukbang secara rutin dapat mengubah standar persepsi porsi normal, meningkatkan kecenderungan makan berlebih, dan berkontribusi terhadap peningkatan risiko obesitas populasi.
9. Bagaimana cara kreator mengurangi bahaya mukbang?
Gunakan teknik editing untuk mengurangi konsumsi nyata, kurangi frekuensi mukbang ekstrem, berikan jeda pemulihan bagi tubuh, dan buat konten yang menonjolkan eksplorasi rasa ketimbang kuantitas makanan.
10. Apakah mukbang akan tetap tren di masa depan?
Tren menunjukkan pergeseran menuju healthy mukbang, mindful eating, dan konten kuliner yang lebih edukatif. Audiens semakin sadar terhadap dampak kesehatan dan algoritma platform mulai mengutamakan konten berkualitas daripada sekadar ekstrem.
Kesimpulan Utama: Kenapa Kita Harus Melek Bahaya Mukbang
Fenomena mukbang telah bertransformasi dari hiburan ringan menjadi tren global dengan dampak kesehatan, psikologis, dan sosial yang kompleks. Di tengah gempuran konten ekstrem, tekanan algoritma, dan kompetisi kreator, kesadaran publik menjadi satu-satunya pagar yang benar-benar bisa melindungi audiens dan kreator dari risiko jangka panjang. Bagian ini merangkum poin-poin kritis yang perlu dipahami agar konsumsi konten makanan digital tetap aman dan tidak menjerumuskan.
1. Ringkasan risiko fisik dan psikologis
Dari perspektif kesehatan, mukbang ekstrem meningkatkan risiko mulai dari gangguan pencernaan akut, hipernatremia, lonjakan gula darah, hingga overstretching lambung. Dalam jangka panjang, paparan dan praktik makan berlebihan yang berulang dapat memicu obesitas, fatty liver, diabetes tipe 2, dan pola makan mirip binge-eating disorder.
Secara psikologis, penonton dan kreator terpapar risiko yang sama seriusnya. Kreator berpotensi mengalami stres performatif karena tuntutan tampil selalu ceria dan ekstrem, sedangkan penonton dapat terdorong melakukan emotional eating, kehilangan kontrol porsi, dan mengembangkan craving tidak sehat setelah menonton konten tinggi kalori.
2. Ringkasan peran algoritma dalam memperparah tren
Algoritma platform memiliki kecenderungan alami untuk mengutamakan konten yang menghasilkan retention tinggi, watch time panjang, dan reaksi emosional kuat. Konten ekstrem memenuhi ketiganya: dramatis, hiper-visual, dan mudah diputar ulang.
Akibatnya:
- Kreator terdorong membuat konten lebih ekstrem demi bertahan.
- Tantangan pedas, asin, dan porsi absurd menjadi format viral.
- Penonton menerima paparan konten makan berlebihan yang terlihat “normal”.
Implikasinya jelas: tanpa literasi digital, masyarakat menjadi rentan dibentuk oleh bias algoritma yang tidak mempertimbangkan kesehatan atau keamanan publik.
3. Pentingnya literasi digital untuk kreator dan penonton
Literasi digital bukan lagi pilihan. Kreator perlu memahami batas keselamatan tubuh dan risiko produksi ekstrem. Sementara itu, penonton perlu mampu mengenali manipulasi visual, editing, dan rekayasa performatif yang lazim digunakan kreator.
Poin literasi yang paling penting mencakup:
- Menyadari bahwa sebagian besar tampilan makan besar bersifat staging.
- Memahami bahwa porsi dalam video tidak mewakili kebutuhan manusia normal.
- Mampu menolak rekomendasi algoritma yang menampilkan konten berbahaya.
- Mengedukasi remaja agar tidak meniru tantangan ekstrem.
4. Cara menikmati mukbang secara aman
Menikmati mukbang bukan berarti harus terpapar risiko kesehatan atau psikologis. Beberapa langkah aman yang disarankan meliputi:
- Pilih kreator yang menampilkan porsi wajar atau healthy mukbang.
- Hindari menonton saat lapar untuk mencegah craving yang tidak perlu.
- Batasi durasi menonton, terutama untuk konten ekstrem.
- Manfaatkan fitur “Not Interested” pada platform ketika muncul konten berisiko.
- Kombinasikan konsumsi konten hiburan dengan edukasi nutrisi yang terpercaya.
Kreator juga dapat menerapkan teknik editing untuk mengurangi konsumsi nyata, memberikan jeda pemulihan tubuh, dan memberi disclaimer keamanan pada video.
5. Pernyataan akhir: urgensi kesadaran publik
Di era digital 2025 dan seterusnya, kesadaran publik adalah garis pertahanan utama terhadap dampak negatif konten makanan ekstrem. Tanpa kesadaran ini, algoritma akan terus memperkuat tren berbahaya karena sifatnya yang mengikuti pola konsumsi, bukan kesehatan masyarakat.
Mukbang dapat tetap menjadi hiburan yang menyenangkan—selama masyarakat memahami apa yang terjadi di balik layar, risiko yang menyertai, dan cara menonton secara sadar. Semakin melek kita terhadap bahaya mukbang ekstrem, semakin besar peluang untuk menata ulang tren ini menuju format yang aman, sehat, dan berkelanjutan.
Penulis: Nanda Syifa Khaerunnisa
mahasiswa Prodi Teknologi Pangan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.