Prabowo Kejar Uang Koruptor untuk Pasang Smartboard di Tiap Kelas: Solusi Cerdas atau Politik Praktis?

Prabowo Kejar Uang Koruptor untuk Pasang Smartboard di Tiap Kelas: Solusi Cerdas atau Politik Praktis?

FOKUS SUARA PEMBACA
- Presiden Prabowo Subianto membuka babak baru dalam modernisasi pendidikan Indonesia dengan melontarkan ide yang langsung menggemparkan ruang publik: menghadirkan smartboard (interactive flat panel) di setiap ruang kelas di seluruh penjuru Indonesia, dan mendanainya dengan hasil sitaan para koruptor.

Dalam peluncuran program Digitalisasi Pembelajaran untuk Indonesia Cerdas di Bekasi (17 November 2025), Prabowo menyatakan dengan nada tegas:

“Semua uang-uang koruptor kita kejar … supaya anak-anak kita pintar-pintar.”
— Prabowo Subianto, Presiden RI

Kebijakan ini tidak hanya menyentuh aspek teknologi pendidikan, tetapi juga menghadirkan simbol politik yang kuat: mengubah uang kejahatan menjadi investasi masa depan bangsa. Tidak heran, langkah ini memancing diskusi luas—antara harapan besar, pertanyaan kritis, hingga kekhawatiran tentang realisasi teknis dan etisnya.

KPK melalui juru bicaranya, Budi Prasetyo, mendukung langkah ini:

“Penyitaan aset itu bukan hanya bagian dari penegakan hukum, tetapi langkah awal asset recovery … hasil lelang akan masuk ke kas negara melalui APBN.”
Budi Prasetyo, KPK

Kutipan ini menjadi fondasi bahwa ide Prabowo bukan sekadar politis, tetapi memiliki dasar hukum dan mekanisme yang jelas.


Latar Belakang Reformasi Pendidikan Digital

Mengapa Smartboard Penting untuk Indonesia?

Smartboard adalah perangkat panel digital interaktif yang dapat:

  • menampilkan video, gambar, dan animasi
  • mendukung pembelajaran kolaboratif
  • menampilkan simulasi sains dan matematika
  • menggabungkan internet, aplikasi, dan penilaian interaktif

Dalam berbagai penelitian, smartboard terbukti:

  • meningkatkan retensi belajar siswa 25–40%
  • membuat pembelajaran lebih interaktif
  • membantu guru menjelaskan materi abstrak
  • mendorong siswa lebih aktif dalam diskusi

Negara-negara seperti Korea Selatan, Finlandia, Cina, dan Singapura sudah mengadopsi smartboard secara masif lebih dari satu dekade lalu.

Sementara itu, Indonesia masih menghadapi realitas:

  • ketimpangan fasilitas antardaerah
  • kurangnya perangkat digital
  • metode belajar satu arah
  • kesenjangan sekolah kota–desa

Prabowo menegaskan bahwa pendidikan harus menjadi prioritas nasional:

“Saya bertekad pemerintahan yang saya pimpin akan memperbaiki semua sekolah yang ada di Indonesia.”
Prabowo Subianto

Pernyataan ini memperlihatkan bahwa program smartboard bukan hanya proyek sekali jalan, tetapi bagian dari grand strategy modernisasi pendidikan nasional.


Dari Mana Dana Smartboard Akan Diambil?

Aset Koruptor Sebagai Sumber Pembiayaan

Langkah Prabowo mendapat perhatian besar karena ia secara eksplisit menyebut uang koruptor sebagai sumber pembiayaan program smartboard.

Alasan utamanya:

1. Mengembalikan Kerugian Negara

Korupsi telah merampas ratusan triliun dari negara. Menggunakan aset hasil penindakan untuk pendidikan adalah langkah pemulihan yang tepat.

2. Memberi Efek Jera

Dengan menggunakan aset koruptor untuk kepentingan publik:

  • negara menunjukkan ketegasan
  • dampak psikologis bagi pelaku korupsi meningkat
  • publik melihat bahwa penegakan hukum punya manfaat langsung

3. Mengurangi Beban APBN

Jika dana sitaan digunakan, APBN dapat dialokasikan ke pos lain seperti:

  • perbaikan sekolah
  • peningkatan gaji guru
  • program literasi dan numerasi

Bagaimana Mekanisme Hukum Penggunaan Dana Sitaan?

Menurut KPK:

“Dari hasil lelang itu lah kemudian masuk kembali ke kas negara, masuk ke dalam siklus APBN.”
Budi Prasetyo, KPK

Alurnya:

  1. KPK / Kejaksaan menyita aset
  2. Pengadilan memutus inkracht
  3. Aset dilelang
  4. Hasil masuk ke kas negara
  5. Pemerintah mengalokasikan lewat APBN
  6. Dana digunakan untuk program prioritas (misalnya smartboard)

Mekanisme ini legal, terukur, dan diawasi.


Berapa Potensi Uang Koruptor yang Bisa Dikumpulkan?

1. KPK

Menghasilkan asset recovery ± Rp 400–600 miliar per tahun.

2. Kejaksaan Agung

Pada kasus besar seperti Asabri dan Jiwasraya, penyelamatan aset mencapai:

  • lebih dari Rp 30 triliun

3. Potensi Nasional

Lembaga independen memperkirakan total aset korupsi yang belum dieksekusi bisa mencapai:

  • Rp 100 triliun lebih

Namun tidak semuanya bisa dikonversi secara cepat, sehingga estimasi realistis:

  • Rp 10–20 triliun per tahun dalam skenario agresif
Baca juga: Prabowonomic dan “Fishing Time”: Arah Baru Ekonomi-Politik Indonesia di Era Prabowo Subianto

Hitungan Kasar: Apakah Dana Sitaan Cukup Untuk Smartboard Nasional?

Jumlah Kelas di Indonesia

Perkiraan terbaru:

  • SD: ± 148.000 sekolah
  • SMP: ± 40.000 sekolah
  • SMA/SMK: ± 28.000 sekolah

Rata-rata 10 kelas per sekolah → 2,1 juta kelas

Harga Smartboard

Harga rata-rata smartboard edukasi: Rp 25–45 juta
Ambil rata konservatif: Rp 30 juta

Total Kebutuhan Dana

Rp 30 juta × 2,1 juta kelas = ± Rp 63 triliun

Kesimpulan:

  • dana sitaan tidak cukup untuk seluruh proyek
  • tapi cukup untuk batch awal dan pilot project nasional
  • sisanya bisa dibiayai APBN, CSR, dan skema pembiayaan bertahap

Tantangan Besar di Balik Pengadaan Smartboard Nasional

Tantangan Besar di Balik Pengadaan Smartboard Nasional

Program “Prabowo Kejar Uang Koruptor Untuk Pasang Smartboard di Tiap Kelas” memunculkan antusiasme besar, tetapi juga menghadapkan pemerintah pada sejumlah tantangan struktural yang tidak sederhana. Memasang perangkat digital bukan hanya soal membeli lalu mendistribusikan. Ada ekosistem pendidikan, infrastruktur listrik–internet, kompetensi guru, dan tata kelola anggaran yang harus siap.

Di bagian ini, kita mengulas tantangan terbesar yang dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan program ini.


Tantangan Transparansi dan Akuntabilitas Aset Koruptor

Kompleksitas Proses Asset Recovery

Proses penyitaan aset koruptor memang legal, tetapi:

  • memerlukan waktu panjang
  • harus menunggu putusan inkracht
  • sering menghadapi banding, kasasi, hingga peninjauan kembali
  • aset sering disembunyikan atau dipindahtangankan

Kondisi ini membuat dana sitaan tidak dapat diprediksi secara stabil.

KPK mengingatkan bahwa publik perlu mengetahui jalur uang ini:

“Hasil lelang itu akan masuk kembali ke kas negara. Namun, pengelolaannya tentu berada pada ranah pemerintah melalui mekanisme APBN.”
Budi Prasetyo, KPK

Ini berarti transparansi tidak berhenti pada proses lelang, tetapi harus berlanjut hingga tahap penganggaran, pembelian, dan distribusi.

2. Risiko Kebocoran Anggaran

Meskipun uang berasal dari sitaan, pengadaannya tetap rawan:

  • markup harga
  • vendor tertentu dimonopoli
  • pengadaan alat yang tidak sesuai spesifikasi
  • smartboard tidak diinstal sesuai standar
  • kualitas rendah karena tender tidak sehat

Tanpa pengawasan ketat, program ini justru dapat membuka ruang korupsi baru.


Tantangan Infrastruktur

Pemasangan smartboard menuntut kesiapan infrastruktur.

1. Ketersediaan Listrik Stabil

Masih ada wilayah Indonesia—terutama di Maluku, Papua, NTT—yang:

  • mengalami pemadaman rutin
  • belum memiliki pasokan listrik memadai
  • jaringan listriknya tidak stabil untuk perangkat besar

Smartboard membutuhkan:

  • tegangan listrik stabil
  • proteksi dari lonjakan daya
  • ruangan yang aman secara listrik

Tanpa listrik yang konsisten, smartboard hanya akan menjadi pajangan.

2. Koneksi Internet

Pembelajaran interaktif digital bergantung pada:

  • streaming video
  • pembaruan sistem
  • download modul
  • akses perpustakaan digital

Koneksi internet belum merata. Data BAKTI Kominfo menunjukkan ±16.000 sekolah masih memiliki akses internet yang minim atau tidak stabil.

3. Ruang Kelas yang Tidak Siap

Banyak sekolah yang masih memiliki:

  • ventilasi buruk
  • keamanan rendah
  • kelas bocor
  • suhu ekstrem
  • kebersihan minim

Smartboard tidak akan maksimal tanpa ruang kelas yang layak.


Tantangan Kompetensi Guru

Teknologi tidak akan berguna tanpa SDM yang mampu memanfaatkannya.

1. Kurangnya Pelatihan Guru

Menurut laporan Kemendikbud, lebih dari 40% guru belum mendapatkan pelatihan digital intensif.

Smartboard bukan sekadar alat. Guru harus menguasai:

  • desain pembelajaran digital
  • penggunaan aplikasi interaktif
  • integrasi multimedia
  • evaluasi otomatis
  • pemecahan masalah teknis

Jika tidak:

  • smartboard hanya dipakai untuk menayangkan YouTube
  • guru kembali ke metode ceramah
  • investasi negara terbuang sia-sia

2. Beban Administratif yang Sudah Tinggi

Guru Indonesia dikenal memiliki beban administrasi besar:

  • pelaporan
  • penilaian
  • pengisian aplikasi
  • laporan BOS
  • perencanaan kurikulum

Menambahkan penggunaan smartboard tanpa mengurangi beban lain bisa membuat:

  • guru stres
  • penggunaan perangkat menjadi tidak konsisten

Tantangan Pemeliharaan dan Biaya Lanjutan

Smartboard adalah perangkat mahal yang butuh pemeliharaan.

1. Biaya Perbaikan Tinggi

Komponen seperti layar interaktif, sensor sentuh, dan motherboard membutuhkan:

  • teknisi khusus
  • sparepart orisinal
  • biaya servis yang tidak murah

Jika rusak, banyak sekolah tidak mampu memperbaikinya.

2. Siklus Pembaruan Software

Smartboard perlu:

  • update OS
  • update firmware
  • update aplikasi
  • keamanan digital

Tanpa update, kinerja menurun, bahkan bisa rentan malware.

3. Risiko Vandalism

Sekolah daerah rawan mengalami:

  • kaca pecah
  • perangkat dicoret
  • alat hilang
  • kerusakan disengaja

Tanpa pengawasan, smartboard mudah rusak.


Risiko Politisasi Program Smartboard

Program besar dengan nilai anggaran puluhan triliun selalu rentan dipolitisasi.

Risiko 1: Pencitraan Politik

Pemasangan smartboard dapat dipakai sebagai:

  • alat kampanye terselubung
  • legitimasi pemerintahan
  • simbol keberhasilan cepat

Apalagi bila dipadukan dengan narasi anti-korupsi, pemerintah bisa mendapatkan:

  • dukungan publik besar
  • kepercayaan dari generasi muda
  • simpati dari guru dan orang tua

Bukan masalah jika digunakan positif. Tetapi bila:

  • alokasi diprioritaskan untuk daerah politik tertentu
  • partai tertentu memonopoli proyek
  • pejabat daerah menggunakan untuk kampanye lokal

maka program ini berubah menjadi agenda politisasi pendidikan.

Risiko 2: Ketidakmerataan Distribusi

Ada kekhawatiran bahwa:

  • sekolah di kota besar mendapat lebih banyak smartboard
  • sekolah desa tertinggal menjadi prioritas terakhir
  • terjadi ketimpangan baru dalam pendidikan digital

Jika tidak diatur adil, smartboard dapat menjadi simbol ketidakadilan baru dalam pendidikan.

Risiko 3: Penyalahgunaan Narasi “Perang Melawan Koruptor”

Narasi penggunaan uang koruptor sangat kuat secara emosional. Namun beberapa ahli politik memperingatkan bahwa:

  • slogan ini dapat dipakai untuk membangun loyalitas publik
  • fokus publik teralihkan dari isu efektivitas program
  • kritik dapat dibungkam dengan narasi “anti-korupsi”

Studi Banding Internasional: Negara Mana yang Berhasil dan Gagal?

Belajar dari negara lain penting untuk melihat potensi keberhasilan atau kegagalan Indonesia.

Korea Selatan — Model Sukses

Korea berhasil melakukan digitalisasi sekolah karena:

  • infrastruktur internet kuat
  • pelatihan guru masif
  • sistem maintenance terpusat
  • konten digital berkualitas tinggi

Hasilnya:

  • skor PISA meningkat signifikan
  • pembelajaran interaktif menjadi standar nasional

Inggris — Contoh Kegagalan Parsial

Inggris sempat mengalokasikan miliaran pound untuk digitalisasi ruang kelas tahun 2007–2011. Namun laporan National Audit Office menyebut:

  • banyak perangkat tidak digunakan
  • guru kurang terlatih
  • pemeliharaan mahal
  • tidak ada perencanaan jangka panjang

Smartboard akhirnya menjadi “teknologi mubazir”.


Apa Syarat Agar Program Smartboard Prabowo Tidak Gagal?

1. Pelatihan Guru Nasional

Harus ada:

  • pelatihan tatap muka
  • modul e-learning
  • sertifikasi digital
  • dukungan teknis daerah

2. Standarisasi Kualitas Smartboard

Pemerintah harus menentukan:

  • standar spesifikasi minimum
  • standar keamanan
  • kompatibilitas software
  • masa garansi

3. Sistem Maintenance Terpusat

Harus ada:

  • pusat servis nasional
  • teknisi tersertifikasi
  • anggaran perawatan tahunan

4. Prioritas Sekolah Tertinggal

Distribusi harus berbasis:

  • indeks pembangunan pendidikan
  • daerah tanpa fasilitas belajar
  • sekolah daerah 3T

5. Transparansi Terbuka

Semua proses harus diaudit publik melalui:

  • dashboard real-time
  • laporan pembelian
  • data vendor
  • harga per unit

Analisis Ekonomi: Apakah Program Smartboard Layak Secara Finansial?

Program “Prabowo Kejar Uang Koruptor Untuk Pasang Smartboard di Tiap Kelas” menuntut pembiayaan besar yang tidak hanya terbatas pada pembelian perangkat, tetapi juga instalasi, pelatihan, pemeliharaan, dan penyediaan konten digital. Untuk memahami kelayakannya, kita perlu mengurai aspek ekonomi secara menyeluruh.


Total Biaya Proyek Smartboard Nasional

1. Biaya Pengadaan

Estimasi konservatif:

  • Harga 1 smartboard: Rp 30 juta
  • Jumlah kelas: ±2,1 juta
  • Total: Rp 63 triliun

2. Biaya Pelatihan Guru

Jika targetnya melatih 3 juta guru:

  • biaya pelatihan rata-rata per guru: Rp 1–2 juta
  • total estimasi: Rp 3–6 triliun

3. Biaya Instalasi

Meliputi:

  • kabel listrik
  • mounting panel
  • UPS / stabilizer
  • kustomisasi ruang kelas

Estimasi: Rp 5–8 triliun

4. Biaya Pemeliharaan (5 Tahun)

Smartboard memiliki biaya perawatan tahunan.

  • estimasi per unit: Rp 1–2 juta / tahun
  • total 5 tahun: Rp 10–20 triliun

5. Pengembangan Konten Digital

Aplikasi, modul interaktif, dan buku digital:

  • estimasi awal: Rp 3–5 triliun
  • pembaruan tahunan: Rp 1–2 triliun

Estimasi Total Pembiayaan 5 Tahun

Jika dijumlahkan:

  • Pengadaan: Rp 63 T
  • Pelatihan: Rp 5 T
  • Instalasi: Rp 6 T
  • Pemeliharaan: Rp 15 T
  • Konten digital: Rp 5 T

Total Lima Tahun = ± Rp 94 Triliun

Inilah perkiraan realistis jika Indonesia ingin digitalisasi sekolah secara penuh.


Apakah Dana Sitaan Koruptor Bisa Menutup Semua Kebutuhan?

Jawabannya: Tidak sepenuhnya, tetapi sangat membantu.

Estimasi Dana Sitaan

  • KPK: Rp 400–600 miliar per tahun
  • Kejaksaan Agung: Bisa mencapai Rp 10–20 triliun/tahun (terutama dari kasus mega korupsi)

Total potensial realistis:
Rp 10–20 triliun per tahun

Dalam lima tahun:
Rp 50–100 triliun

Sehingga secara teori, jika recovery agresif berjalan efektif, dana sitaan dapat menutupi hampir seluruh program.

Namun secara praktik:

  • dana sitaan tidak stabil
  • tidak bisa dijaminkan sebagai pendanaan rutin
  • bergantung pada keberhasilan penanganan kasus korupsi besar

Pro dan Kontra dari Perspektif Ekonomi

Keuntungan Ekonomi

Program smartboard dapat memberikan:

  • peningkatan kualitas SDM
  • peningkatan daya saing industri
  • efisiensi pembelajaran jangka panjang
  • pengurangan biaya buku fisik
  • efisiensi ujian berbasis digital

Smartboard pada akhirnya adalah investasi produktif.

Kerugian Potensial

  • biaya maintenance tinggi
  • risiko kerusakan cepat
  • ketimpangan akses internet
  • smartboard menjadi “hiasan mahal”

Jika tidak dikelola secara profesional, kerugiannya akan besar.


Analisis Sosial dan Pendidikan

Dampak Sosial Positif Smartboard

1. Pembelajaran Lebih Interaktif

Smartboard memungkinkan:

  • simulasi sains
  • laboratorium virtual
  • pembelajaran seni digital
  • analisis data real-time

Ini membuat siswa lebih antusias—dan data ini dikuatkan oleh testimoni guru dari Jayapura:

“Murid lebih antusias dan interaktif.”
Guru SMK Negeri 3 Teknologi dan Rekayasa, Jayapura

2. Mengurangi Kesenjangan Akses Pengetahuan

Smartboard membawa:

  • ensiklopedia digital
  • video pembelajaran
  • platform nasional seperti Merdeka Mengajar

Ini membantu sekolah miskin mengakses materi yang biasanya mahal.

3. Kompetensi Digital Guru dan Siswa Naik

Jika dilaksanakan dengan baik:

  • guru naik level digital
  • siswa siap menghadapi dunia kerja modern
  • sekolah semakin dekat ke era 4.0

Risiko Sosial

1. Ketergantungan pada Teknologi

Jika terlalu mengandalkan digital:

  • kemampuan manual bisa menurun
  • siswa bergantung pada visualisasi
  • guru kehilangan kreativitas analog

2. Ketimpangan Baru

Sekolah di kota mungkin:

  • mendapat smartboard lebih cepat
  • memiliki internet stabil
  • dilatih lebih dahulu

Sementara sekolah desa tertinggal makin tertinggal.

3. Resistensi Guru

Sebagian guru mungkin:

  • takut teknologi
  • tidak siap
  • merasa terbebani

Hal ini pernah terjadi di Inggris dan Prancis.


Dampak Politik dan Pemerintahan

Dampak Positif Politik

1. Citra Pemerintah Menguat

Program ini:

  • menggambarkan pemerintah tegas melawan korupsi
  • memberikan dampak nyata bagi rakyat
  • menyentuh sektor pendidikan yang populer

Ini dapat meningkatkan legitimasi politik Presiden.

2. Dukungan Masyarakat Meningkat

Orang tua, guru, dan siswa cenderung mendukung kebijakan yang membawa fasilitas nyata.


Risiko Politik

1. Politisasi Anggaran

Ada kekhawatiran bahwa program ini digunakan untuk:

  • memperkuat basis politik tertentu
  • memenangkan pemilu lokal
  • kampanye terselubung

2. Ketergantungan pada KPK dan Kejaksaan

Jika lembaga penegak hukum berubah arah kebijakan:

  • dana sitaan bisa menurun
  • program berhenti di tengah jalan

3. Serangan Politik dari Oposisi

Oposisi mungkin mempertanyakan:

  • efektivitas
  • transparansi
  • urgensinya dibanding kebutuhan lain

Skenario Masa Depan Program Smartboard

Dalam analisis pemerintah, peneliti, dan ekonomi pendidikan, ada tiga skenario:


Skenario Terbaik (“Best Case Scenario”)

Jika program berjalan ideal:

  • smartboard tersebar merata hingga ke desa
  • pelatihan guru berjalan masif
  • konten digital berkualitas tinggi
  • maintenance terpusat dan efektif
  • dana sitaan stabil masuk ke APBN

Dampaknya:

  • kualitas pendidikan nasional meningkat drastis
  • skor PISA naik
  • SDM Indonesia lebih kompetitif
  • digital literacy meningkat
  • generasi emas 2045 semakin realistis

Skenario Sedang (“Moderate Scenario”)

Jika program berjalan sebagian:

  • kota maju mendapatkan manfaat
  • desa tertinggal tetap sulit
  • smartboard dipakai tidak maksimal
  • maintenance bermasalah

Dampak:

  • kualitas pendidikan hanya meningkat di sebagian wilayah
  • ketimpangan melebar
  • investasi kurang optimal

Skenario Terburuk (“Worst Case Scenario”)

Jika program gagal:

  • smartboard rusak dan tidak terurus
  • guru tidak terlatih
  • dana sitaan tidak cukup
  • pengadaan bermasalah
  • proyek menjadi temuan BPK

Dampak:

  • puluhan triliun rupiah terbuang
  • pendidikan kembali ke titik semula
  • program menjadi “monumen kegagalan” digitalisasi

Strategi Implementasi Nasional Program Smartboard

Program digitalisasi sekolah berskala nasional membutuhkan desain implementasi yang matang, tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa atau hanya mengandalkan distribusi perangkat. Di bagian ini, kita akan membahas langkah-langkah strategis berbasis studi kasus internasional, rekomendasi pakar, dan kondisi lokal Indonesia.


Tahap 1 — Pemetaan & Audit Infrastruktur

Digitalisasi pendidikan harus berangkat dari data akurat. Karena itu, audit nasional menjadi langkah pertama.

Hal yang harus dipetakan:

  • jumlah ruang kelas aktif (validasi ulang data Kemendikbud)
  • kondisi listrik di tiap sekolah
  • kualitas akses internet
  • kapasitas teknis guru
  • kesiapan ruang kelas
  • ketersediaan teknisi daerah

Alasan audit sangat penting

Kesalahan umum proyek digitalisasi adalah “satu data untuk semua wilayah”, padahal kondisi Indonesia sangat beragam. Menteri Pendidikan Malaysia, Fadhlina Sidek, pernah mengatakan tentang digitalisasi pendidikan:

“No one-size-fits-all solution in education.”
(Sumber: Kementerian Pendidikan Malaysia, 2023)

Pernyataan ini relevan bagi Indonesia — solusi kota tidak bisa langsung dipakai untuk desa.


Tahap 2 — Pilot Project Terukur di 5 Provinsi

Alih-alih distribusi nasional langsung, langkah terbaik adalah memulai pilot project.

Kriteria provinsi percontohan:

  • Sumatra Utara (wilayah urban + sub-urban)
  • Jawa Barat (populasi terbesar)
  • Kalimantan Selatan (akses internet sedang)
  • NTT (tantangan geografis ekstrem)
  • Papua Selatan (keterbatasan fasilitas)

Ini mencerminkan kondisi Indonesia secara representatif.

Durasi pilot project:

  • 12 bulan
  • evaluasi 3 bulan
  • revisi 3 bulan
  • ekspansi bertahap selama 3–5 tahun

Ini sejalan dengan prinsip UNESCO mengenai transformasi digital:

“Digital transformation in education must be progressive, iterative, and evidence-based.”
UNESCO, Global Education Monitoring Report 2023


Tahap 3 — Pelatihan Guru Berbasis Kompetensi

Smartboard hanya efektif jika guru mampu menggunakan perangkat.

Rekomendasi desain pelatihan:

1. 40% teori, 60% praktik

Guru harus:

  • membuat media ajar
  • mengoperasikan perangkat
  • mengelola masalah teknis

2. Sistem sertifikasi berjenjang

  • Basic
  • Intermediate
  • Advanced

3. Pelatihan wajib sebagian dilakukan on-site

Belajar langsung jauh lebih efektif untuk teknologi baru dibandingkan online.

Ini selaras dengan pernyataan mantan Menteri Pendidikan Finlandia, Krista Kiuru:

“Teachers are not only users of technology — they must become co-creators of digital learning.”
(Pernyataan Kiuru, seminar pendidikan Nordik 2021)


Tahap 4 — Distribusi Smartboard Bertahap

Distribusi tidak boleh “satu paket nasional”. Harus bertahap berdasarkan kesiapan.

Urutan prioritas:

  1. Sekolah dengan infrastruktur siap
  2. Sekolah yang guru-gurunya sudah sertifikasi
  3. Wilayah pilot project
  4. Wilayah dengan kebutuhan tinggi
  5. Wilayah terpencil dengan pola hybrid (smartboard + tablet + internet satelit)

Standar distribusi:

  • tim teknis nasional
  • vendor lokal resmi
  • garansi minimal 3 tahun
  • monitoring real-time melalui dashboard pusat

Tahap 5 — Pengembangan Konten Pembelajaran Digital Nasional

Perangkat tanpa konten = tidak berguna.

1. Konten wajib disiapkan oleh Kemendikbud

  • buku digital
  • modul interaktif
  • video pembelajaran
  • quiz dynamic

2. Kolaborasi dengan universitas dan startup EdTech

Termasuk Ruangguru, Zenius, Quipper, dan platform lokal.

CEO Ruangguru, Belva Devara, pernah menyatakan:

“Digital content is not just a complement — it is the future foundation of learning.”
(Sumber: Indonesia Millennial Summit 2022)

3. Standar kualitas internasional

Mengacu pada:

  • UNESCO ICT Competency Framework
  • PISA competency model
  • ASEAN Digital Literacy Standards

Rencana Pengawasan dan Transparansi

Pengadaan berskala besar rentan penyimpangan. Maka, sistem pengawasan harus ketat.


Sistem Transparansi Berlapis

1. Dashboard Transparansi Anggaran Publik

Berisi:

  • harga pembelian
  • vendor
  • lokasi distribusi
  • jadwal pengiriman
  • progres instalasi
  • laporan kerusakan

Model ini meniru sistem Korea Selatan dan Taiwan.

Ketua KPK, Firli Bahuri (periode sebelumnya), pernah menyatakan dalam konteks antikorupsi pendidikan:

“Transparansi adalah vaksin terhadap korupsi.”
(Pernyataan Firli pada Hari Antikorupsi Sedunia, 2020)


Pengawasan Masyarakat

1. Platform Aduan Publik

Masyarakat boleh melaporkan:

  • mark-up
  • perangkat fiktif
  • kerusakan tidak ditangani
  • vendor bermasalah

2. Kolaborasi dengan LSM dan pers

ICW, Mafindo, Tempo Institute dapat ikut mengawasi.


Pengawasan KPK dan Kejaksaan

Lembaga penegak hukum harus masuk sejak awal.

Model pengawasan:

  • pendampingan procurement
  • audit real-time
  • pemeriksaan vendor
  • audit dana sitaan
  • audit implementasi

Jaksa Agung ST Burhanuddin pernah mengingatkan mengenai anggaran digitalisasi:

“Setiap program besar yang melibatkan teknologi rawan penyimpangan, maka harus diawasi sejak perencanaan.”
(Sumber: Rapat Kerja dengan DPR, 2022)

Baca juga: Taring Kejaksaan RI Mengguncang Mafia Hukum dan Koruptor Kelas Kakap

Model Pembiayaan Jangka Panjang

Program smartboard bukan proyek 1–2 tahun. Ini proyek 10–20 tahun.


Sumber Pembiayaan Potensial

1. Dana Sitaan Koruptor

Jika recovery tinggi, estimasi:
Rp 10–20 triliun per tahun

2. APBN Pendidikan

Alokasi minimal 20% dari APBN.

3. Dana BOS Digital

Model baru BOS khusus perangkat dan konten.

4. CSR Perusahaan Teknologi

Seperti:

  • Telkom
  • BCA
  • Mandiri
  • Tokopedia
  • Google Indonesia
  • Microsoft Indonesia

Microsoft pernah menyatakan dalam program edukasi:

“Investing in digital education is investing in a nation’s long-term competitiveness.”
Brad Smith, Presiden Microsoft (World Economic Forum, 2022)

5. Kemitraan internasional

ADB, World Bank, dan UNICEF punya program pendidikan digital.


Risiko Terbesar Jika Program Smartboard Gagal Dikontrol

Program nasional sebesar ini berpotensi menciptakan lompatan besar dalam kualitas pendidikan — tetapi juga membawa risiko yang tidak boleh diabaikan. Pada bagian ini, kita membahas risiko strategis, risiko operasional, dan risiko politik.


Risiko Strategis

1. Kesenjangan Digital Antarwilayah Semakin Lebar

Jika distribusi smartboard lancar di kota, tetapi terhambat di desa, maka:

  • sekolah kaya semakin modern
  • sekolah miskin semakin tertinggal

Fenomena ini sudah terjadi di India dan Filipina dalam proyek serupa.

UNESCO sudah mengingatkan:

“Digital initiatives that ignore inequality will amplify inequality.”
— UNESCO, 2022 Global Monitoring Report

2. Bergantung pada Dana Sitaan Koruptor

Dana sitaan tidak stabil. Jika jumlah kasus turun atau proses hukum lama, program bisa tersendat.

3. Pemeliharaan Jangka Panjang

Teknologi pendidikan biasanya mulai rusak setelah 3–5 tahun.

Jika tidak ada anggaran maintenance, smartboard hanya jadi “pajangan mahal”.


Risiko Operasional

1. Guru Tidak Gunakan Perangkat Karena Minim Pelatihan

Studi World Bank di 11 negara menunjukkan:

60–80% teknologi sekolah tidak terpakai karena guru tidak dilatih.

2. Infrastruktur Tidak Siap

  • listrik tidak stabil
  • internet tidak konsisten
  • ruang kelas tidak mendukung

3. Kerawanan Korupsi Pengadaan

Karena anggaran besar (ratusan triliun secara jangka panjang), selalu ada risiko:

  • mark-up
  • vendor fiktif
  • distribusi fiktif
  • perangkat rusak sejak awal

Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua pernah mengatakan:

“Pengadaan barang dan jasa adalah ladang korupsi terbesar di Indonesia.”
— (Dialog KPK, 2021)

Ini sangat relevan dengan proyek digitalisasi nasional.


Risiko Politik

1. Program Dijadikan Komoditas Politik

Jika tidak diawasi, program ini dapat dipolitisasi:

  • sebagai alat kampanye
  • sebagai bentuk pencitraan kandidat tertentu
  • sebagai legitimasi kelompok tertentu

2. Pergantian Kebijakan Saat Pemerintahan Berganti

Tanpa regulasi jangka panjang, program bisa dihentikan oleh presiden berikutnya.


Peluang Besar Jika Program Berjalan Dengan Benar

Prabowo Kejar Uang Koruptor untuk Pasang Smartboard di Tiap Kelas: Solusi Cerdas atau Politik Praktis?

Meski risiko besar, peluangnya juga besar.


1. Indonesia Bisa Masuk Daftar Negara Dengan Infrastruktur Pembelajaran Digital Terbesar di Asia

Jumlah 1 juta smartboard akan membuat Indonesia sejajar dengan:

  • Korea Selatan
  • Singapura
  • China
  • Uni Emirat Arab

Ini akan menjadi sejarah pendidikan Indonesia.


2. Meningkatkan Peringkat PISA 2028–2035

Dengan:

  • konten digital berstandar internasional
  • pembelajaran interaktif
  • partisipasi siswa meningkat

Maka skor literasi, matematika, dan sains dapat meningkat.

World Bank menyatakan:

“Interactive digital tools, when combined with teacher training, can improve learning outcomes significantly.”
— World Bank Education Report 2021


3. Mendorong Industri EdTech Lokal

Jika konten digital diwajibkan dibuat oleh perusahaan dalam negeri, industri edtech Indonesia bisa tumbuh pesat.


4. Efisiensi Anggaran Pendidikan

Pengadaan digital mengurangi:

  • biaya cetak buku
  • biaya penggantian alat peraga
  • biaya transport distribusi

Proyeksi Pendidikan Indonesia 2030–2045

Bagian ini memaparkan kemungkinan realistis jika program berhasil dijalankan dengan disiplin tinggi.


Proyeksi 1 — Semua Kelas di Indonesia Memiliki Smartboard (2030)

Dampaknya:

  • pembelajaran multimedia
  • literasi digital siswa meningkat
  • guru lebih kreatif
  • kurikulum fleksibel

Proyeksi 2 — Kurikulum Berubah Total Jadi Kurikulum Digital 2035

Perubahan ini mencakup:

  • buku digital total
  • sistem evaluasi digital
  • portofolio online
  • analitik pembelajaran

Proyeksi 3 — Indonesia Menjadi Leader EdTech Asia Tenggara (2040)

Didukung:

  • populasi besar
  • startup lokal
  • talenta digital

Proyeksi 4 — Generasi Emas 2045 Lebih Kompetitif

Mampu:

  • bersaing global
  • berinovasi
  • menghasilkan riset
  • membangun industri teknologi

FAQ—Pertanyaan yang Sering Ditanyakan Publik

1. Apakah benar Presiden Prabowo akan mengejar uang koruptor untuk memasang smartboard di tiap kelas?

Ya. Dalam pidatonya di Bekasi, Presiden Prabowo menegaskan bahwa hasil sitaan koruptor akan digunakan untuk membiayai program digitalisasi pendidikan. Ia mengatakan:
“Semua uang-uang koruptor kita kejar… supaya anak-anak kita pintar-pintar.”


2. Apa tujuan utama pemasangan smartboard di semua kelas?

Tujuannya adalah modernisasi pembelajaran, peningkatan kualitas interaksi guru–murid, serta mengakselerasi transformasi digital pendidikan nasional.


3. Berapa target smartboard yang ingin dipasang pemerintah?

Target nasional adalah 1 juta smartboard terpasang pada tahun 2026.


4. Dari mana asal dana pemasangan smartboard tersebut?

Dana berasal dari:

  • hasil lelang aset koruptor (setelah inkracht)
  • APBN sektor pendidikan
  • potensi CSR dan kerja sama internasional

5. Apakah KPK mendukung penggunaan uang hasil sitaan koruptor untuk pendidikan?

Ya. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan:

“KPK mendukung penuh komitmen Presiden untuk mengoptimalkan asset recovery.”


6. Bagaimana mekanisme uang sitaan koruptor masuk ke APBN?

Prosesnya:

  1. Penyitaan aset
  2. Putusan pengadilan inkracht
  3. Lelang negara
  4. Uang masuk ke kas negara
  5. Dialokasikan melalui APBN

7. Apakah ini termasuk bentuk politik praktis?

Bergantung perspektif.
Jika transparan, terukur, dan terbukti meningkatkan mutu belajar, program ini dapat dikategorikan sebagai kebijakan publik.
Namun jika dijadikan narasi kampanye, bisa terbaca sebagai politik praktis.


8. Apakah penggunaan smartboard terbukti meningkatkan hasil belajar?

Ya. Studi World Bank (2021) menunjukkan perangkat interaktif dapat meningkatkan:

  • pemahaman konsep
  • minat belajar
  • partisipasi siswa

9. Apakah guru membutuhkan pelatihan khusus untuk menggunakan smartboard?

Ya. Sebagian besar guru harus mengikuti pelatihan operasional perangkat dan desain pembelajaran digital.


10. Apakah sekolah di daerah terpencil juga akan mendapatkan smartboard?

Ya. Pemerintah menargetkan distribusi merata, tetapi akan dilakukan bertahap berdasarkan kesiapan infrastruktur.


11. Apa risiko terbesar dari program smartboard nasional ini?

Risiko terbesar adalah:

  • perangkat tidak digunakan secara optimal
  • mark-up pengadaan
  • kerusakan tanpa pemeliharaan
  • ketimpangan antarwilayah

12. Bagaimana memastikan program tidak rawan korupsi?

Diperlukan:

  • audit transparan
  • dashboard publik
  • pengawasan KPK dan Kejaksaan
  • laporan masyarakat

13. Siapa yang bertanggung jawab memelihara smartboard?

Pemerintah pusat bekerja sama dengan vendor resmi, Dinas Pendidikan daerah, dan operator teknis sekolah.


14. Apakah smartboard lebih efektif dibandingkan proyektor?

Ya. Smartboard:

  • memiliki layar sentuh
  • mendukung interaksi langsung
  • memiliki perangkat lunak khusus
  • lebih stabil dan tahan lama

15. Apakah program ini menggantikan buku pelajaran fisik?

Tidak. Buku fisik tetap digunakan, namun secara bertahap akan dilengkapi materi digital.


16. Apakah smartboard membutuhkan internet stabil?

Untuk fungsi maksimal iya, tetapi smartboard tetap bisa dipakai offline untuk:

  • presentasi
  • menulis digital
  • menampilkan materi tersimpan

17. Apakah ada negara lain yang telah memasang smartboard di seluruh sekolah?

Ya, beberapa negara:

  • Korea Selatan
  • Singapura
  • Finlandia
  • Uni Emirat Arab

18. Apakah Indonesia siap untuk digitalisasi pendidikan nasional?

Kesiapan bervariasi. Sebagian provinsi siap penuh, sebagian masih membutuhkan:

  • listrik stabil
  • internet
  • pelatihan guru

19. Seberapa besar keuntungan pendidikan dengan digitalisasi ini?

Keuntungan mencakup:

  • peningkatan kualitas pembelajaran
  • akses materi lebih luas
  • pembelajaran lebih interaktif
  • mengurangi biaya jangka panjang

20. Bagaimana respon guru terhadap program smartboard ini?

Mayoritas guru yang sudah menerima perangkat mengatakan siswa menjadi lebih antusias dan mudah memahami materi.


21. Apakah siswa lebih suka belajar menggunakan smartboard?

Ya. Berdasarkan survei internal sekolah yang telah mencoba smartboard, siswa:

  • lebih fokus
  • lebih aktif bertanya
  • lebih cepat memahami materi visual

22. Berapa harga satu unit smartboard?

Harga bervariasi. Umumnya antara:

  • Rp 25 juta – Rp 80 juta
    Tergantung ukuran layar dan fitur.

23. Apakah program smartboard akan mengurangi beban kerja guru?

Sebagian iya. Smartboard:

  • mempermudah penjelasan
  • mempercepat akses materi
  • membantu guru menulis tanpa kapur/spidol

24. Apa tantangan terbesar sekolah saat menerima smartboard?

Tantangan utama:

  • pelatihan
  • listrik tidak stabil
  • sinyal internet
  • pemeliharaan teknis

25. Apakah pengadaan smartboard berisiko menimbulkan konflik kepentingan?

Ya jika tidak diawasi. Karena itu, tender terbuka dan audit ketat harus digalakkan.


26. Berapa lama umur pakai smartboard di sekolah?

Rata-rata:

  • 5–7 tahun untuk panel
  • 3–5 tahun untuk perangkat lunak
    Dengan perawatan rutin bisa lebih lama.

27. Apakah program ini akan berlanjut jika presiden berganti?

Tergantung:

  • regulasi permanen
  • roadmap jangka panjang
  • komitmen lintas pemerintah

28. Apakah smartboard juga akan digunakan untuk ujian digital?

Ya, ke depan sangat memungkinkan jika kelas dan jaringan internet mendukung.


29. Apakah sekolah dapat menolak pemasangan smartboard?

Secara teknis tidak, karena ini program nasional. Namun sekolah berhak meminta:

  • pelatihan tambahan
  • dukungan teknis
  • perbaikan infrastruktur

30. Apakah program ini akan mendorong transformasi pendidikan Indonesia?

Jika dijalankan dengan:

  • transparan
  • berbasis data
  • fokus pada pelatihan guru

Maka program ini dapat menjadi fondasi transformasi pendidikan terbesar sepanjang sejarah Indonesia.


Penutup — Apakah “Prabowo Kejar Uang Koruptor Untuk Pasang Smartboard” Solusi Cerdas atau Politik Praktis?

Mari menjawab pertanyaan utama artikel ini.

Program Prabowo kejar uang koruptor untuk pasang smartboard di tiap kelas memiliki dua sisi:

Jika dijalankan dengan benar:

  • dapat memodernisasi pendidikan
  • memulihkan kerugian negara
  • menekan korupsi
  • meningkatkan kualitas pembelajaran

Jika salah dikelola:

  • dapat menciptakan ketimpangan baru
  • memunculkan korupsi baru
  • menimbulkan politisasi

Namun fakta saat ini menunjukkan:

  • KPK mendukung penuh program ini
  • mekanisme lelang jelas dan akuntabel
  • distribusi perangkat sudah berjalan
  • target 1 juta unit dicanangkan 2026
  • guru dan siswa banyak yang merasa terbantu

Dengan transparansi ketat, pelatihan guru, dan perencanaan jangka panjang, program ini berpotensi menjadi:

tonggak sejarah digitalisasi pendidikan terbesar dalam sejarah Indonesia.

Integritas dalam pelaksanaan akan menentukan apakah program ini benar-benar:

solusi cerdas bagi masa depan,
atau
sekadar politik praktis.

Namun jika semua rekomendasi dalam artikel ini diterapkan, jawabannya condong ke arah:

Solusi cerdas yang dapat mengubah wajah pendidikan Indonesia secara permanen.

Foto Bebby Cantika Kurniawan

Ditulis oleh : Bebby Cantika Kurniawan

Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Aktif menulis artikel dan opini terkait isu sosial, pendidikan, dan pembangunan daerah.

💬 Disclaimer: Kami di fokus.co.id berkomitmen pada asas keadilan dan keberimbangan dalam setiap pemberitaan. Jika Anda menemukan konten yang tidak akurat, merugikan, atau perlu diluruskan, Anda berhak mengajukan Hak Jawab sesuai UU Pers dan Pedoman Media Siber. Silakan isi formulir di halaman ini atau kirim email ke redaksi@fokus.co.id.