BREAKING NEWS

Cara Menulis Feature yang Memikat Pembaca: Struktur, Lead, Nut Graf, dan Teknik Naratif

Cara Menulis Feature yang Memikat Pembaca:

Feature
bukan sekadar informasi; ia adalah perjalanan batin, napas panjang di antara deretan fakta yang biasanya hanya lewat begitu saja. Di era di mana setiap klik menuntut kecepatan, tulisan feature menawarkan ruang untuk meresapi, memahami, dan merasakan lebih dalam. Artikel ini akan mengajak Anda menyusun feature yang bukan hanya informatif, tapi juga memikat hati pembaca—dengan struktur yang solid, gaya naratif yang hidup, dan etika jurnalistik yang tetap terjaga.

Mengapa Feature Penting dan Beda dari Berita

Di dunia jurnalistik, berita dan feature ibarat dua sisi mata pena: satu tajam dan cepat, satu lentur dan mendalam. Berita hadir sebagai respons atas kejadian terkini—ringkas, padat, dan langsung ke inti. Ia menjawab pertanyaan dasar: apa yang terjadi, kapan, di mana, dan siapa yang terlibat. Tujuannya jelas: memberi informasi secepat mungkin, agar publik tidak ketinggalan kabar.

Namun, feature tidak terburu-buru. Ia tidak sekadar menyampaikan fakta, tapi mengajak pembaca menyelami makna di baliknya. Jika berita adalah kilatan lampu kilat di tengah malam, maka feature adalah obor yang menerangi jalan setapak menuju pemahaman yang lebih dalam. Ia menjawab pertanyaan lanjutan: mengapa ini penting, bagaimana dampaknya, dan apa cerita manusia di balik angka dan peristiwa.

Baca juga: Cara Menjadi Jurnalis Digital: Teknik Menulis Berita, SEO, dan Etika Media

Feature memberi ruang bagi narasi, atmosfer, dan emosi. Ia membangun adegan, memperkenalkan karakter, dan menyusun konflik seperti potongan puzzle yang akhirnya membentuk gambaran utuh. Pembaca tidak hanya tahu bahwa banjir terjadi, tapi ikut merasakan dinginnya air yang merambat ke lutut, mendengar suara anak-anak yang tetap bermain di genangan, dan memahami bagaimana satu keluarga bertahan dengan rakit buatan sendiri.

Jenis Tulisan Ciri Utama Tujuan
Berita Fakta terbaru, ringkas, minim emosi Memberi informasi cepat dan akurat
Feature Naratif, mendalam, berlapis emosi dan konteks Membangun empati dan pemahaman yang lebih luas

Feature juga punya kekuatan untuk memperluas sudut pandang. Ia bisa mengangkat suara-suara yang jarang terdengar, menyoroti sisi kemanusiaan dari isu yang kompleks, dan memicu diskusi yang lebih reflektif. Dalam era digital yang serba cepat, feature menjadi ruang kontemplasi—tempat di mana pembaca bisa berhenti sejenak, merenung, dan melihat dunia dengan cara yang berbeda.

Menulis feature bukan hanya soal teknik, tapi juga soal niat: ingin membuat pembaca peduli, bukan sekadar paham. Ia bukan produk instan, melainkan hasil racikan pelan dari riset, wawancara, pengamatan, dan intuisi naratif yang tajam. Di sinilah letak keistimewaannya—feature bukan hanya menyampaikan cerita, tapi menghidupkannya.

Dan sebelum kita mulai menulis, satu hal penting harus dilakukan: kenali pembaca dan intent pencarian mereka. Karena tulisan yang memikat bukan hanya soal gaya, tapi juga soal relevansi. Kita akan bahas itu di bagian berikutnya.

Kenali Pembaca dan Intent Pencarian

Sebelum mengetik satu kata pun, seorang penulis feature harus tahu kepada siapa ia berbicara. Menulis tanpa mengenali pembaca ibarat berbicara di ruang kosong—tak ada resonansi, tak ada koneksi. Maka, mulailah dengan menjawab tiga pertanyaan mendasar:

  • Siapa pembaca inti? Apakah mereka pelajar, profesional, warga terdampak, pengambil kebijakan, atau masyarakat umum? Setiap kelompok memiliki cara membaca dan kebutuhan informasi yang berbeda.
  • Apa rasa ingin tahu mereka? Apakah mereka mencari pemahaman mendalam, inspirasi, solusi praktis, atau validasi atas pengalaman mereka? Feature yang baik menjawab pertanyaan yang belum sempat mereka ajukan.
  • Kapan mereka butuh ini? Apakah saat krisis, momen refleksi, tren musiman, atau ketika isu sedang hangat dibicarakan? Timing menentukan relevansi dan daya tarik sebuah tulisan.

Dengan memahami intent pencarian, Anda bisa menentukan gaya bahasa, sudut pandang, dan struktur narasi yang paling efektif. Misalnya, pembaca yang sedang mencari solusi akan lebih tertarik pada feature yang menyajikan studi kasus dan langkah konkret, bukan sekadar deskripsi masalah.

Gunakan bahasa yang akrab bagi pembaca, bukan jargon redaksi. Tulisan yang terasa “ngobrol” akan lebih lekat dan dipercaya. Feature bukan hanya soal menyampaikan informasi, tapi juga membangun hubungan emosional antara cerita dan pembaca.

Ingat, pembaca bukan hanya konsumen informasi—mereka adalah manusia dengan rasa ingin tahu, pengalaman, dan harapan. Menulis feature berarti menjawab kebutuhan mereka dengan empati dan ketajaman naratif.

Temukan Angle yang Tajam

Angle adalah janji cerita—ia menentukan arah, fokus, dan daya tarik sebuah feature. Tanpa angle yang jelas, tulisan hanya akan menjadi kumpulan fakta yang rapi tapi hambar, seperti sayur tanpa garam. Angle membantu pembaca memahami “mengapa cerita ini penting” dan “apa yang membuatnya berbeda dari liputan lain”.

Menentukan angle bukan sekadar memilih topik, tapi merumuskan sudut pandang yang unik dan relevan. Ia adalah kacamata yang dipakai penulis untuk melihat dunia, dan sekaligus jendela yang dibuka untuk pembaca.

Berikut beberapa tipe angle yang bisa digunakan untuk memperkuat narasi:

  • Novelty: Mengangkat hal biasa dari sudut yang tak biasa. Misalnya, bukan sekadar liputan tentang pasar tradisional, tapi tentang bagaimana pedagang mengatur ulang jam kerja karena perubahan iklim.
  • Proximity: Menyoroti dampak langsung terhadap kehidupan pembaca. Contohnya, bagaimana kebijakan zonasi sekolah memengaruhi keluarga di satu kelurahan.
  • Paradox: Menampilkan kontras yang mengejutkan. Seperti desa yang miskin secara ekonomi tapi kaya akan inovasi pendidikan.
  • Micro-to-macro: Menggunakan kisah satu orang sebagai cermin isu besar. Misalnya, cerita satu guru honorer yang menggambarkan kondisi pendidikan nasional.
  • Seasonality: Mengaitkan cerita dengan momen tertentu. Seperti liputan tentang ritual panen yang muncul menjelang musim kemarau.
  • Solutions: Fokus pada cara kerja solusi, bukan sekadar memuji. Misalnya, bagaimana komunitas lokal mengatasi banjir dengan teknologi sederhana.

Angle yang tajam akan memandu seluruh struktur feature: dari lead, nut graf, hingga kicker. Ia juga membantu penulis memilih kutipan, data, dan adegan yang relevan. Tanpa angle, tulisan mudah melebar ke mana-mana dan kehilangan fokus.

Sebelum menulis, rumuskan angle dalam satu kalimat kerja. Kalimat ini akan menjadi kompas naratif—menjaga agar setiap paragraf tetap berada di jalur yang sama.

Riset dan Peliputan yang Memberi Daging

Feature yang kuat lahir dari riset dan peliputan yang matang. Tanpa fondasi data dan observasi lapangan, narasi hanya akan menjadi opini yang dibungkus rapi. Riset dan peliputan bukan sekadar mengumpulkan informasi, tapi merangkai potongan realitas yang bisa dihidupkan kembali lewat tulisan.

Berikut elemen penting dalam proses riset dan peliputan:

  • Riset awal: Kumpulkan dokumen, arsip berita, laporan akademik, dan aturan resmi yang relevan. Ini membantu memahami konteks dan mempersiapkan pertanyaan yang tajam saat wawancara.
  • Wawancara: Gunakan pertanyaan terbuka seperti “Ceritakan…” atau “Apa yang paling mengganggu Anda?” untuk menggali emosi dan pengalaman. Lanjutkan dengan follow-up berbasis data agar narasumber tidak hanya bercerita, tapi juga menjelaskan.
  • Observasi: Catat detail sensorik—suara, bau, tekstur, warna, suhu. Detail konkret seperti “kursi plastik yang retak di sudut ruangan” jauh lebih hidup daripada “ruangan sederhana”. Observasi memberi warna dan atmosfer pada cerita.
  • Verifikasi: Cek ulang nama, angka, jabatan, lokasi, dan kutipan. Jangan hanya mengandalkan ingatan atau catatan mentah. Simpan jejak sumber dan dokumentasi untuk menjaga akurasi dan kredibilitas.

Peliputan yang baik bukan hanya soal mengumpulkan data, tapi juga soal menangkap momen. Sering kali, satu adegan kecil—seperti seorang ibu yang menunggu anaknya pulang sekolah sambil menjahit di teras—bisa menjadi pintu masuk yang kuat untuk seluruh feature.

Ingat, daging cerita bukan berasal dari fakta mentah, tapi dari bagaimana fakta itu diolah menjadi narasi yang bernyawa. Maka, peliputan yang jeli dan riset yang dalam adalah investasi utama dalam menulis feature yang memikat.

Struktur Feature yang Bekerja

Menulis feature bukan sekadar menumpuk paragraf, melainkan menyusun alur yang mengalir dan menggugah. Struktur yang baik membantu pembaca tetap terlibat dari awal hingga akhir, tanpa kehilangan arah atau rasa penasaran. Ia memberi ritme, ruang bernapas, dan titik-titik resonansi emosional yang membuat cerita bertahan di ingatan.

Berikut anatomi umum feature yang efektif:

  • Lead: Pintu masuk emosional atau visual yang langsung menggait perhatian. Bisa berupa adegan, kutipan, atau data mengejutkan. Lead harus membuat pembaca ingin terus membaca, bukan sekadar tahu topiknya.
  • Nut graf: Paragraf yang menjelaskan kenapa cerita ini penting, apa scope-nya, dan apa yang akan dibahas. Nut graf biasanya muncul di paragraf ke-3 hingga ke-6, setelah pembaca “tergait” oleh lead.
  • Body: Bagian utama yang berisi adegan, kutipan, data, dan konteks. Disusun secara tematik atau kronologis, tergantung gaya narasi. Di sinilah cerita berkembang dan pembaca diajak menyelami isu lebih dalam.
  • Transisi: Kalimat atau paragraf penghubung antarbagian yang menjaga alur tetap mulus. Transisi bisa berupa motif berulang, pertanyaan retoris, atau perubahan lokasi/waktu yang halus.
  • Kicker: Penutup yang menggema—bisa berupa loop-back ke lead, kutipan bernas, atau gambaran yang menyisakan refleksi. Hindari penutup datar atau sekadar rangkuman; berikan sesuatu yang “menempel” di benak pembaca.

Struktur ini bukan formula kaku, melainkan kerangka fleksibel yang bisa disesuaikan dengan gaya dan kebutuhan cerita. Kadang kicker muncul lebih awal, kadang nut graf tersebar di dua paragraf. Yang penting, setiap bagian punya fungsi yang jelas dan saling mendukung.

Ingat, feature bukan hanya soal apa yang disampaikan, tapi bagaimana cara menyampaikannya. Struktur yang bekerja akan membuat cerita terasa utuh, bernyawa, dan tak mudah dilupakan.

Tipe Lead dan Kapan Memakainya

Lead adalah gerbang pertama yang menentukan apakah pembaca akan terus membaca atau berhenti di paragraf pertama. Ia bukan sekadar pembuka, tapi pengait emosional, intelektual, atau visual yang mengundang rasa ingin tahu. Memilih tipe lead yang tepat sangat bergantung pada karakter cerita dan audiens yang dituju.

Berikut enam tipe lead yang umum digunakan dalam penulisan feature, lengkap dengan konteks pemakaiannya:

  • Anecdotal: Membuka dengan potongan kisah nyata yang menggambarkan tokoh atau situasi. Cocok untuk feature human interest, karena langsung menghadirkan sisi manusiawi dan emosi. Contoh: “Setiap pukul tiga pagi, Pak Darto menyeduh kopi sambil menunggu suara mesin perahu dari kejauhan.”
  • Scene-setter: Menggambarkan suasana atau lokasi dengan detail sensorik. Cocok untuk liputan lapangan atau cerita yang menekankan atmosfer. Contoh: “Debu beterbangan di antara tenda-tenda pengungsi, sementara anak-anak bermain di genangan air hujan.”
  • Contrast: Menampilkan dua fakta atau adegan yang bertolak belakang untuk menciptakan kejutan atau ironi. Cocok untuk isu sosial atau ekonomi yang kompleks. Contoh: “Di satu sisi jalan, mal baru dibuka dengan pesta kembang api; di sisi lain, warga antre air bersih sejak subuh.”
  • Quote (hemat): Menggunakan kutipan langsung dari narasumber yang kuat dan menggugah. Hanya digunakan jika kutipan tersebut mengandung konflik, kejutan, atau esensi cerita. Hindari kutipan klise atau basa-basi. Contoh: “'Saya lebih takut kehilangan anak daripada rumah,' kata ibu tiga anak yang tinggal di bantaran sungai.”
  • Data-led: Membuka dengan angka atau fakta statistik yang mengejutkan, lalu segera diberi wajah manusia. Cocok untuk feature berbasis data atau investigasi. Contoh: “Setiap hari, 1.200 ton sampah masuk ke sungai utama Jakarta—dan sebagian besar berasal dari rumah tangga.”
  • Question (gunakan jarang): Membuka dengan pertanyaan retoris yang menggugah rasa ingin tahu. Hanya digunakan jika pertanyaannya benar-benar unik dan tidak bisa ditebak jawabannya. Hindari pertanyaan klise seperti 'Apa kabar lingkungan kita?' Contoh: “Apa yang terjadi ketika seorang guru honorer memutuskan berhenti mengajar demi menjadi konten kreator?”

Lead yang efektif bukan hanya menarik, tapi juga relevan dengan angle dan tone cerita. Ia harus memberi petunjuk tentang apa yang akan dibahas, tanpa membocorkan semuanya. Lead yang terlalu panjang atau terlalu abstrak bisa membuat pembaca kehilangan minat sebelum masuk ke inti cerita.

Tips praktis: tulis 2–3 versi lead saat menyusun draft, lalu pilih yang paling kuat setelah nut graf dan body selesai. Kadang lead terbaik baru muncul setelah seluruh cerita ditulis.

Nut Graf: Jantung Cerita

Nut graf adalah paragraf yang menjelaskan inti dari feature: apa isu yang diangkat, mengapa penting untuk dibahas, siapa yang terdampak, dan apa ruang lingkup ceritanya. Ia berfungsi sebagai peta bagi pembaca—menuntun mereka memahami arah narasi setelah digait oleh lead.

Letaknya biasanya berada di paragraf ke-3 hingga ke-6, tergantung panjang lead dan gaya penulisan. Nut graf harus padat, jelas, dan tetap bernada naratif. Hindari gaya pengantar akademik atau terlalu teknis.

Nut graf yang baik menjawab empat pertanyaan utama:

  • Apa isu yang diangkat? Misalnya: perubahan pola kerja nelayan akibat cuaca ekstrem.
  • Mengapa isu ini penting? Karena berdampak pada ekonomi lokal, tradisi, dan ketahanan pangan.
  • Siapa yang terdampak? Komunitas pesisir, keluarga nelayan, dan rantai pasok pasar.
  • Apa ruang lingkup cerita? Fokus pada satu desa, satu musim, atau satu kebijakan.

Nut graf bukan sekadar ringkasan, tapi pernyataan editorial yang memberi alasan mengapa pembaca harus peduli. Ia juga membantu penulis menjaga fokus dan konsistensi sepanjang cerita.

Teknik Penulisan yang Membuat Pembaca Betah

Menulis feature bukan hanya soal menyampaikan informasi, tapi juga soal membangun pengalaman membaca yang menyenangkan dan menggugah. Berikut teknik-teknik yang bisa membuat pembaca betah hingga paragraf terakhir:

  • Show, don’t tell: Alih-alih mengatakan “pasar itu sibuk”, gambarkan suasana: “Uap kuah bakso mengembun di kaca, sementara penjual menakar cabai sambil meneriakkan harga terakhir.”
  • Variasi ritme kalimat: Campurkan kalimat pendek untuk efek dramatis, kalimat menengah untuk alur, dan kalimat panjang untuk melukis adegan. Ritme yang dinamis menjaga perhatian pembaca.
  • Pilihan kutipan bermakna: Gunakan kutipan yang menambah makna, bukan yang mengulang narasi. Gabungkan parafrase dan kutipan langsung untuk kejelasan dan warna.
  • Detail spesifik: Gunakan benda bernama, angka kecil, dan deskripsi konkret. Misalnya, “timbangan analog berkarat” lebih hidup daripada “alat ukur tua”.
  • Paragraf ramping: Batasi 1–3 kalimat per paragraf untuk menjaga napas pembaca digital. Paragraf yang terlalu panjang bisa membuat pembaca lelah dan kehilangan fokus.
  • Hindari klise: Ganti ungkapan umum seperti “dua sisi mata uang” dengan gambaran segar yang kontekstual. Klise membuat tulisan terasa generik dan kurang menggigit.

Teknik penulisan yang baik bukan soal gaya, tapi soal efektivitas komunikasi. Feature yang berhasil adalah yang bisa membuat pembaca merasa hadir, memahami, dan tergerak—tanpa merasa digurui atau dibebani.

Etika: Tajam Tanpa Melukai

Feature yang tajam bukan berarti harus menyayat. Ketajaman jurnalistik harus dibarengi dengan empati dan tanggung jawab. Etika bukan penghalang kreativitas, melainkan fondasi kepercayaan antara penulis, narasumber, dan pembaca. Dalam feature, di mana narasi sering menyentuh sisi personal dan emosional, etika menjadi semakin krusial.

Berikut prinsip etika yang wajib dijaga dalam penulisan feature:

  • Persetujuan wawancara: Jelaskan tujuan liputan, status on/off the record, dan bagaimana kutipan akan digunakan. Jangan menyisipkan mikrofon tanpa izin atau menyunting kutipan hingga berubah makna.
  • Lindungi identitas rentan: Untuk korban kekerasan, anak-anak, atau individu dalam posisi tertekan, samarkan identitas jika perlu. Gunakan inisial, ubah lokasi, atau beri penjelasan bahwa identitas telah disamarkan demi keamanan.
  • Berikan ruang hak jawab: Jika ada pihak yang dikritik atau disebut dalam konteks negatif, beri mereka kesempatan untuk menjelaskan atau menanggapi. Feature bukan ruang penghakiman sepihak.
  • Pisahkan fakta dan opini narasumber: Jangan mencampuradukkan pendapat narasumber dengan narasi faktual. Gunakan atribusi yang jelas agar pembaca tahu mana yang merupakan pandangan pribadi dan mana yang berbasis data.
  • Koreksi terbuka: Jika ada kesalahan dalam data, kutipan, atau interpretasi, lakukan koreksi secara terbuka dan transparan. Ini menunjukkan integritas dan komitmen terhadap akurasi.

Menulis dengan tajam bukan berarti menulis dengan kasar. Feature yang baik mampu mengangkat isu sensitif dengan elegan, menyentuh tanpa mengeksploitasi, dan mengungkap tanpa menghakimi. Etika bukan beban, tapi nilai tambah yang membuat tulisan Anda layak dipercaya dan dihormati.

SEO untuk Feature Tanpa Merusak Gaya

Menulis feature yang memikat bukan berarti mengabaikan optimasi mesin pencari. Justru, SEO yang cerdas bisa membantu tulisan Anda menjangkau lebih banyak pembaca tanpa mengorbankan gaya naratif. Kuncinya adalah menyisipkan elemen SEO secara alami dan kontekstual, bukan memaksakan kata kunci di setiap paragraf.

Berikut strategi SEO yang bisa diterapkan dalam penulisan feature:

  • Judul mengandung keyword: Pastikan judul utama memuat kata kunci utama seperti “cara menulis feature yang memikat pembaca”. Gunakan bahasa yang jelas, informatif, dan tidak clickbait.
  • Subjudul menyisipkan varian keyword: Gunakan H2 dan H3 untuk menyisipkan keyword turunan seperti “struktur feature”, “nut graf”, atau “teknik naratif jurnalistik”. Ini membantu mesin pencari memahami topik secara menyeluruh.
  • Slug ringkas: Buat URL slug yang pendek, relevan, dan mengandung kata kunci. Hindari kata penghubung atau angka yang tidak perlu. Contoh: cara-menulis-feature-yang-memikat-pembaca
  • Keyword dalam 100 kata pertama: Tanamkan kata kunci utama secara alami di paragraf pembuka. Ini memberi sinyal kuat kepada mesin pencari tentang topik utama artikel.
  • Internal link ke artikel relevan: Hubungkan ke artikel lain yang masih satu topik, seperti “cara menulis berita”, “teknik wawancara jurnalistik”, atau “etika media digital”. Ini meningkatkan depth dan waktu kunjungan pembaca.
  • Gambar dengan alt deskriptif: Gunakan atribut alt pada gambar yang menjelaskan isi visual secara kontekstual. Hindari deskripsi generik seperti “gambar feature”. Contoh: “Ilustrasi penulis menyusun feature dengan catatan lapangan dan data.”
  • Gunakan schema Article + FAQ jika relevan: Tambahkan markup JSON-LD untuk Article dan FAQPage agar artikel lebih mudah dikenali oleh Google dan berpeluang muncul di rich snippet.
  • Cantumkan profil penulis dan sumber: Tambahkan bio penulis, kredensial, dan tautan ke sumber data atau kutipan. Ini meningkatkan E-E-A-T (Experience, Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness) yang penting untuk SEO modern.

SEO bukan musuh gaya menulis. Justru, ketika dilakukan dengan cermat, ia memperkuat distribusi dan kredibilitas tulisan Anda. Feature yang memikat dan ditemukan oleh pembaca yang tepat adalah kombinasi terbaik antara seni dan strategi.

Workflow Praktis dari Brief ke Publish

Menulis artikel feature yang tajam dan terstruktur membutuhkan alur kerja yang sistematis. Berikut tahapan praktis yang bisa diadaptasi oleh tim redaksi maupun penulis independen:

  1. Rumuskan angle dan hipotesis: Tentukan sudut pandang unik dan pertanyaan utama yang ingin dijawab. Ini jadi fondasi naratif dan arah peliputan.
  2. Daftar sumber: Identifikasi narasumber, dokumen, dan data yang relevan. Sertakan sumber primer dan sekunder untuk memperkaya perspektif.
  3. Peliputan dan pengumpulan data: Lakukan wawancara, observasi, dan riset lapangan. Catat kutipan penting dan temuan menarik.
  4. Susun outline: Buat kerangka tulisan: lead, nut graf, tubuh artikel, dan penutup. Tentukan alur logis dan titik klimaks naratif.
  5. Draft cepat: Tulis draf awal tanpa terlalu banyak mengedit. Fokus pada aliran ide dan kelengkapan konten.
  6. Edit struktural dan baris: Revisi alur, logika, dan gaya bahasa. Pangkas bagian yang lemah, perkuat transisi, dan pastikan nada sesuai.
  7. Fact-check: Verifikasi kutipan, data, dan klaim. Pastikan akurasi dan hindari misinformasi.
  8. Legal dan etika: Tinjau potensi pelanggaran hak cipta, privasi, atau bias. Pastikan artikel lolos standar etik jurnalistik.
  9. SEO on-page: Optimalkan judul, slug, meta, keyword, alt gambar, dan internal link. Gunakan schema jika relevan.
  10. Publikasi dan distribusi: Terbitkan di kanal utama, lalu promosikan via media sosial, newsletter, dan komunitas pembaca.
  11. Refresh berkala: Update data, tautan, dan relevansi konten secara berkala agar tetap kompetitif di mesin pencari.

Workflow ini bisa disesuaikan dengan gaya kerja tim atau kebutuhan platform. Yang penting: tetap jaga keseimbangan antara presisi editorial dan keluwesan kreatif.

FAQ Singkat

  • Apa beda feature dan berita?
    Feature mendalami konteks dan emosi, berita fokus pada kabar terbaru yang ringkas.
  • Berapa panjang ideal feature?
    1.200–2.500 kata tergantung platform dan kedalaman isu.
  • Bolehkah sudut pandang orang pertama?
    Boleh jika menambah kejujuran liputan dan disepakati redaksi.
  • Bagaimana menghindari “novelization” berlebihan?
    Gunakan detail faktual, bukan rekaan.
  • Seberapa banyak data ideal?
    Secukupnya untuk bobot, sesedikit mungkin agar tidak mengganggu alur.
  • Apakah feature harus punya nut graf?
    Idealnya ya—nut graf menjelaskan “kenapa tulisan ini penting” dalam 1–2 paragraf awal.
  • Bolehkah humor dalam feature?
    Boleh, asal relevan dan tidak merusak kredibilitas narasi.
  • Kapan kutipan langsung lebih baik dari parafrase?
    Saat kutipan punya warna, emosi, atau keunikan bahasa yang sulit ditiru.
  • Perlukah subjudul dalam feature?
    Sangat dianjurkan untuk memecah alur dan memberi jeda baca, terutama di format digital.
  • Bagaimana menutup feature dengan kuat?
    Gunakan momen reflektif, twist, atau kutipan yang merangkum esensi cerita.
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image