Representasi Isu Hukum dan Keadilan dalam Seri Anne with an E

Serial Anne with an E bukan sekadar drama remaja bernuansa klasik.
Kisah ini menawarkan potret mendalam tentang Representasi Isu Hukum dan Keadilan dalam Seri Anne with an E, terutama soal diskriminasi, ketimpangan sosial, dan perjuangan perempuan di abad ke-19.
Walau berlatar lebih dari seabad yang lalu, konflik dalam serial ini terasa akrab di kehidupan modern.
Anne Shirley, gadis yatim piatu yang keras kepala namun cerdas, menjadi medium untuk melihat bagaimana sistem sosial, hukum informal, dan struktur kekuasaan bekerja menekan kelompok rentan.
Artikel ini mengurai gagasan hukum, keadilan, dan nilai moral dalam serial tersebut.
Semua dipaparkan dengan cara yang informatif dan mudah dicerna, termasuk bagi pembaca yang belum pernah menonton serinya.
Cerita Klasik yang Mewakili Isu Modern
Anne with an E diadaptasi dari novel Anne of Green Gables karya Lucy Maud Montgomery (1908).
Netflix merilis adaptasi barunya pada 2017 dan langsung mendapat tempat di hati penonton dunia.
Serial ini menampilkan hal sederhana: seorang anak perempuan pemberani yang hidup di sebuah kota kecil bernama Avonlea.
Namun di balik kesederhanaannya, serial ini mengupas isu berat seperti patriarki, rasisme, penindasan kelas, hingga hak asasi manusia.
Anne bukan hanya karakter, tetapi simbol perlawanan yang muncul dari tempat paling tak terduga.
Ketimpangan Gender dan Patriarki: Akar Ketidakadilan yang Paling Terlihat

Isu hukum dan keadilan paling nyata dalam serial ini adalah dominasi patriarki.
Abad ke-19 adalah era ketika perempuan dianggap sebagai pelengkap rumah tangga, bukan individu yang punya suara dan kehendak.
Anne melihat dunia yang membatasi perempuan dari segala sisi.
Mereka diharapkan lembut, patuh, sopan, dan tidak menantang norma.
Beberapa bentuk ketidakadilan gender yang disorot serial:
- Perempuan hanya dianggap sebagai “alat domestik”.
- Cita-cita perempuan dibatasi oleh status keluarga.
- Anak perempuan dipaksa menguasai keterampilan hanya untuk memenuhi standar sosial, bukan ambisi pribadi.
- Perempuan tidak memiliki kuasa hukum atas diri dan tubuhnya.
Anne menolak semuanya.
Ia membawa perspektif baru bahwa perempuan adalah individu utuh yang berhak berpikir, berpendapat, dan bermimpi besar.
Salah satu kutipan paling kuat muncul ketika perjuangan Anne menegaskan nilai otonomi tubuh perempuan:
“Women matter on their own, not in relation to a man.”
Kalimat ini bukan sekadar dialog.
Ia adalah kritik terhadap sistem moral dan hukum informal yang mengekang perempuan.
Pendidikan dan Kebebasan Berpendapat: Senjata Perubahan dalam Senyap

Dalam Representasi Isu Hukum dan Keadilan dalam Seri Anne with an E, pendidikan digambarkan sebagai alat utama melawan penindasan.
Perempuan pada masa itu dianggap tak pantas mengemukakan pendapat, apalagi berbeda dari opini mayoritas.
Anne menabrak batas itu.
Ia berbicara di kelas, berdebat dengan guru, dan menantang struktur sosial yang sudah mapan.
Ketegasannya akhirnya menggerakkan lingkungan sekitar.
Teman-temannya mulai mempertanyakan norma lama.
Guru dan orang tua mulai membuka diri terhadap perspektif baru.
Serial ini memperlihatkan bahwa gagasan dapat melampaui hukum tertulis.
Kadang, perubahan bermula dari keberanian satu anak perempuan untuk mengatakan hal yang tidak berani diucapkan orang dewasa.
Diskriminasi Sosial dan Rasial: Luka Lama Masyarakat Abad ke-19

Isu rasisme mendapat porsi penting melalui karakter Sebastian, pria keturunan Karibia yang datang ke kota Avonlea.
Ia menghadapi pandangan merendahkan, stigma, dan tindakan diskriminatif.
Rasisme dalam serial ini tidak dibungkus dramatis berlebihan.
Ia dihadirkan dengan cara paling realistis:
- Sulitnya Sebastian mendapatkan pekerjaan.
- Penolakan sosial berdasarkan warna kulit.
- Perlakuan berbeda pada orang kulit hitam meski punya kapasitas yang sama.
- Kekerasan psikologis yang diwariskan antargenerasi.
Anne kembali menjadi jembatan perubahan.
Ia membantu masyarakat melihat Sebastian sebagai manusia utuh, bukan label sosial.
Kisah ini menyorot pentingnya solidaritas antarkelompok rentan.
Ketika hukum formal tak mampu menegakkan keadilan, masyarakat bisa menciptakan hukum moral baru yang lebih manusiawi.
Anne dengan Cara Halus Menggugat Struktur Hukum dan Moral Zaman Itu
Anne menunjukkan bahwa terkadang, “hukum” bukan sekadar aturan tertulis.
Ia bisa berasal dari kebiasaan, tradisi, stigma, dan prasangka.
Serial ini mengkritik struktur hukum informal yang dipegang masyarakat:
- Norma yang mengatur tubuh perempuan.
- Kebiasaan sosial yang membenarkan rasisme.
- Hierarki kelas yang menutup kesempatan seseorang.
- Hak asasi manusia yang sering kali dikalahkan oleh opini mayoritas.
Anne hadir sebagai katalis perubahan yang menantang prinsip moral lama—bukan dengan kekerasan, tapi dengan keberanian, kecerdasan, dan empati.
Perempuan dan Otonomi Tubuh: Pesan Moral yang Mengakar Kuat
Serial ini memperlihatkan bahwa tubuh perempuan sering dipolitisasi.
Gerak mereka dibatasi.
Suara mereka tidak dianggap penting.
Anne mengubah narasi itu.
Ia menunjukkan bahwa perempuan memiliki kuasa penuh atas identitas dan tubuh mereka.
Dalam salah satu momen emosi paling kuat, muncul kutipan:
“Girls can do anything a boy can do and more!”
Bukan slogan feminis murahan, tapi seruan moral yang masih relevan sampai hari ini.
Penutup: Mengapa Serial Ini Layak Dibaca sebagai Kritik Sosial
Representasi Isu Hukum dan Keadilan dalam Seri Anne with an E bukan hanya bahan tontonan, tapi juga bahan renungan.
Serial ini menyadarkan kita bahwa ketidakadilan dapat bertahan selama struktur sosial tidak berubah.
Anne Shirley mengajarkan bahwa keberanian mengucap kebenaran, sekecil apa pun, dapat mengguncang tembok ketidakadilan yang kokoh.
Ia menunjukkan bahwa perubahan tidak selalu terjadi lewat sistem hukum formal, tetapi lewat kesadaran moral yang dibangun pelan-pelan.
Anne mungkin tokoh fiksi.
Namun nilai yang ia perjuangkan—keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan—adalah nilai yang harus kita pertahankan di dunia nyata.