Webinar DWP Banten: Dampak Perundungan bagi Kesehatan Mental
FOKUS BERITA BANTEN - Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia dan mendukung pendidikan yang bebas dari kekerasan, Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Banten menggelar webinar bertema “Perundungan dan Dampak Bagi Kesehatan Mental” pada Sabtu, 28 September 2024. Webinar ini diadakan secara virtual dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, terutama unsur perempuan, kader PKK, kader Posyandu, serta guru dari tingkat PAUD hingga SMK.
Perundungan Memerlukan Perhatian Serius
Tine Al Muktabar, Ketua DWP Provinsi Banten, dalam sambutannya menegaskan bahwa perundungan adalah isu serius yang harus mendapat perhatian. "Perundungan bertujuan menyakiti orang lain baik secara fisik, verbal, maupun sosial," ujarnya. Berdasarkan riset, hampir 14% anak di Indonesia mengalami perundungan, yang menandakan perlunya langkah konkret untuk mencegahnya.
Tine menambahkan bahwa peran perempuan dalam keluarga sangat penting dalam mencegah perundungan, mengingat perempuan sering menjadi ujung tombak dalam pembinaan anak-anak. Ia berharap semua pihak yang hadir memiliki niat yang sama untuk mencegah perundungan demi masa depan anak-anak.
"Dampak perundungan sangat berkaitan dengan kesehatan mental," lanjut Tine. Menurutnya, gangguan kesehatan mental akibat perundungan dapat menghambat pencapaian cita-cita Indonesia Emas 2045. "Kita harus bersinergi untuk mencegah perundungan dan menjaga kesehatan mental anak-anak, agar mereka dapat tumbuh menjadi generasi unggul," pungkasnya.
Perspektif Ahli: Penyebab dan Dampak Perundungan
Webinar ini juga menghadirkan Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim, pakar psikologi dari Universitas Indonesia. Dalam presentasinya, Rose menjelaskan bahwa perundungan adalah tindakan agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang untuk menyakiti korban.
"Beberapa penyebab terjadinya perundungan di antaranya adalah pola asuh, pengaruh teman sebaya, media sosial, serta faktor psikologis," jelas Rose. Ia menekankan pentingnya peran orang tua dan tenaga pendidik dalam memahami bahaya perundungan serta dampaknya pada perkembangan anak.
Karakteristik Pelaku Perundungan
Rose juga menguraikan beberapa karakteristik pelaku perundungan, di antaranya:
- Senang mendominasi orang lain
- Menyampaikan keinginan dengan paksaan
- Pemarah dan mudah frustrasi
- Kurang berempati
- Pernah menjadi korban perundungan
"Perundungan dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk dalam lingkungan keluarga," tambah Rose. Oleh karena itu, orang tua harus memahami bahwa tindakan yang mereka lakukan bisa saja dianggap sebagai perundungan oleh anak.
Dampak Negatif Perundungan terhadap Kesehatan Mental
Rose menjelaskan bahwa perundungan memiliki dampak negatif baik bagi korban maupun pelaku. Dampak ini dapat mengganggu kesehatan mental yang berujung pada masalah serius seperti depresi dan kecemasan. Oleh karena itu, ia mengimbau agar orang tua membekali anak-anak mereka dengan kepercayaan diri serta kemampuan untuk menyampaikan ketidaknyamanan secara asertif.
"Guru dan sekolah juga berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang aman, memberikan sosialisasi mengenai dampak buruk perundungan, dan membuat aturan yang tegas," imbuhnya.
Baca juga: Lansia di Panti Banten Ucapkan "Very Happy" Saat Terima Kunjungan DWP
Penanganan Pelaku dan Korban Perundungan
Dalam menangani pelaku perundungan, Rose menyarankan agar orang tua berbicara dengan anak mengenai perilakunya, mengajarkan anak untuk menghargai dan berempati terhadap orang lain, serta mencari tahu penyebab anak melakukan perundungan. "Orang tua harus memposisikan diri untuk membantu, bukan menghakimi," tegas Rose.
Sedangkan untuk korban, orang tua perlu membantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang dirasakan, menumbuhkan kepercayaan diri, serta memperhatikan perilaku dan emosi anak. Jika diperlukan, pihak ketiga seperti guru atau profesional dapat dilibatkan untuk menangani masalah ini.
Langkah-langkah Mencegah Perundungan
Rose menutup presentasinya dengan beberapa langkah pencegahan perundungan, antara lain:
- Mengawasi lingkungan tempat anak bergaul dan bermain
- Memantau penggunaan media sosial oleh anak
- Membekali anak dengan kemampuan membela diri secara fisik maupun psikis
- Mengajarkan anak menghadapi situasi tidak menyenangkan
- Memberitahukan anak ke mana ia dapat melaporkan tindakan kekerasan
"Anak harus tahu bahwa mereka tidak sendiri dan ada tempat untuk meminta pertolongan ketika mengalami perundungan," tutup Rose.
Dengan upaya kolaboratif dari orang tua, tenaga pendidik, dan masyarakat, diharapkan pendidikan di Indonesia dapat benar-benar bebas dari kekerasan, dan generasi muda dapat tumbuh dengan kesehatan mental yang baik. ***