Kasus Pemalsuan Identitas dengan Bantuan AI: Dua Tersangka Ditangkap

FOKUS KRIMINAL - Direktorat Reserse Kriminal Siber (Ditreskrimsiber) Polda Metro Jaya berhasil menangkap dua tersangka berinisial PM (33) dan MR (29) yang terlibat dalam pemalsuan identitas untuk pembuatan rekening bank tanpa izin. Tindakan ilegal ini dilakukan dengan bantuan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa kasus ini terjadi dalam periode Mei hingga Juni 2024 di wilayah Jakarta Selatan.
"Akun ini terdeteksi saat verifikasi pembukaan rekening bank melalui aplikasi menggunakan bantuan AI," ujar Kombes Ade Ary Syam pada Jumat (7/2/2025).Modus Operandi Tersangka
Tersangka menggunakan metode rekayasa video verifikasi wajah agar sistem bank menganggap mereka sebagai pemilik data yang sah. Kejahatan ini terungkap setelah seorang karyawan bank mendeteksi pola anomali dalam transaksi pengajuan pinjaman, yang mengindikasikan adanya indikasi fraud (penipuan).
Tersangka memiliki peran yang berbeda dalam aksi ini:
PM bertugas memasukkan dan menggunakan data pribadi orang lain untuk membuat rekening bank. Ia juga merekayasa video verifikasi wajah agar sesuai dengan data yang digunakan.
MR bertugas mengumpulkan dan mengirimkan data pribadi orang lain kepada PM. Data yang dikirimkan meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, serta nama ibu kandung.
Tindakan Pencegahan oleh Pihak Bank
Bank yang menjadi korban dalam kasus ini telah melakukan langkah preventif setelah mendeteksi adanya transaksi mencurigakan. Temuan ini bermula dari pemantauan pola transaksi yang tidak biasa dalam proses pengajuan pinjaman. Setelah dilakukan verifikasi lebih lanjut, ditemukan bahwa beberapa akun yang dicurigai terhubung dengan kejahatan ini.
Ancaman Hukuman bagi Tersangka
Kedua tersangka dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukuman sebagai berikut:
Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 UU ITE, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU ITE, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024, dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara.
Kasus ini menjadi peringatan penting bagi masyarakat dan lembaga keuangan untuk meningkatkan sistem keamanan serta mengantisipasi penyalahgunaan teknologi dalam tindak kejahatan siber. Bank dan institusi keuangan diharapkan semakin memperketat prosedur verifikasi untuk mencegah tindakan serupa di masa mendatang.