Peran Media dalam Membentuk Polarisasi Opini Publik terhadap Kebijakan Kenaikan PPN 12% di Indonesia

Daftar Isi

Peran Media dalam Membentuk Polaritas Opini Publik terhadap Kebijakan Kenaikan PPN 12% di Indonesia

SERANG, FOKUS.CO.ID
- Sebagai wirausahawan muda atau individu yang baru memulai karier, penting untuk memahami dampak kebijakan pemerintah, termasuk kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Kebijakan ini tidak hanya memengaruhi dinamika ekonomi, tetapi juga menjadi topik hangat dalam pembentukan opini publik. Dalam konteks ini, media massa memegang peran penting dalam membingkai sudut pandang masyarakat.

Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?

PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan pada konsumsi barang dan jasa di setiap tahap produksi dan distribusi. Meskipun produsen mengumpulkan pajak ini dari konsumen, beban akhirnya tetap ditanggung oleh konsumen akhir. Awalnya, tarif PPN di Indonesia adalah 10%, naik menjadi 11% pada April 2024, dan akan meningkat lagi menjadi 12% mulai Januari 2025. Kebijakan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Mengapa Kebijakan Ini Penting?

Kenaikan PPN bertujuan untuk:

  • Meningkatkan tax ratio, yaitu rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

  • Memperkuat ketahanan fiskal untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

  • Mengurangi ketergantungan pada utang internasional dengan meningkatkan pemasukan negara.

Namun, kebijakan ini juga menuai tanggapan beragam dari masyarakat, termasuk dukungan dan penolakan. Di sinilah peran media menjadi krusial dalam membentuk persepsi publik.


Peran Media dalam Membingkai Opini Publik

Media, baik tradisional seperti televisi dan surat kabar maupun modern seperti media sosial, adalah sumber utama informasi masyarakat. Dengan teknik framing dan agenda setting, media memiliki kekuatan untuk:

  1. Menyampaikan informasi: Media menyajikan berita yang membantu masyarakat memahami kebijakan pemerintah.

  2. Membingkai isu: Media dapat menonjolkan sisi positif atau negatif suatu kebijakan.

  3. Mempengaruhi opini: Berita yang berulang-ulang dapat memperkuat persepsi tertentu di masyarakat.

Bagaimana Media Membentuk Polaritas Opini?

1. Teknik Framing

Media membingkai berita dengan menyajikan sudut pandang tertentu. Misalnya:

  • Jika media menyoroti manfaat kebijakan: Publik akan cenderung mendukung kenaikan PPN.

  • Jika media menonjolkan dampak negatif: Pandangan publik bisa lebih kritis terhadap kebijakan ini.

2. Agenda Setting

Media menentukan isu mana yang harus menjadi perhatian publik. Jika protes terhadap kenaikan PPN lebih sering diliput, masyarakat akan lebih fokus pada sisi negatif kebijakan.

3. Media Sosial dan Algoritma

Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter semakin memperkuat polarisasi dengan algoritma yang hanya menampilkan konten yang relevan dengan pandangan pengguna. Akibatnya,:

  • Pendukung kebijakan hanya melihat konten pro.

  • Penentang kebijakan lebih sering melihat konten kontra.

Sayangnya, media sosial juga menjadi tempat penyebaran hoaks. Misalnya, dalam isu kenaikan PPN, sempat beredar berita palsu bahwa barang yang dikenai pajak tambahan tidak akan dikirimkan.


Respons Masyarakat terhadap Kebijakan Kenaikan PPN 12%

Kelompok yang Mendukung

Pendukung kebijakan ini umumnya berasal dari:

  • Pengusaha dan masyarakat kelas menengah ke atas.

  • Politisi yang melihat kenaikan PPN sebagai langkah strategis untuk pembangunan berkelanjutan.

Mereka berargumen bahwa:

  • Kenaikan PPN meningkatkan pendapatan negara, yang akan digunakan untuk program pembangunan seperti infrastruktur dan kesehatan.

  • Ketahanan fiskal diperkuat, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu bergantung pada utang internasional.

  • Perekonomian jangka panjang stabil, seperti yang terjadi di negara-negara maju dengan tarif PPN lebih tinggi.

Kelompok yang Menentang

Sebaliknya, kelompok penentang terdiri dari:

  • Masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah, yang merasa kenaikan PPN akan menambah beban hidup.

  • UMKM, yang khawatir daya beli konsumen akan menurun akibat harga barang yang semakin mahal.

Mereka berpendapat:

  • Kebijakan ini hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara masyarakat kecil semakin terbebani.

  • Peningkatan tarif PPN bisa memicu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.

  • Pemerintah seharusnya fokus pada redistribusi pendapatan dengan mengenakan pajak lebih besar pada kelompok kaya.


Solusi untuk Mengurangi Polarisasi Opini Publik

Untuk mengatasi perbedaan pendapat yang tajam, diperlukan langkah-langkah strategis, baik dari pemerintah, media, maupun masyarakat.

1. Peran Media yang Seimbang

  • Media harus menyajikan informasi objektif yang mencakup sisi positif dan negatif kebijakan.

  • Media perlu mendidik masyarakat tentang tujuan kebijakan dan dampaknya secara komprehensif.

2. Peningkatan Literasi Media

Pemerintah dan lembaga pendidikan harus:

  • Memberikan pelatihan literasi media untuk membantu masyarakat mengenali berita yang kredibel.

  • Mengajarkan cara membedakan fakta dari hoaks.

3. Kolaborasi Pemerintah dan Media

Pemerintah dapat:

  • Menggunakan akun media sosial resmi untuk menyampaikan informasi kebijakan secara transparan.

  • Berkolaborasi dengan media untuk menciptakan komunikasi publik yang efektif.


Kesimpulan

Kebijakan kenaikan PPN 12% di Indonesia menimbulkan polarisasi opini publik yang signifikan. Dalam situasi ini, peran media sangat penting dalam membentuk persepsi masyarakat. Media perlu menyampaikan informasi yang seimbang dan edukatif, sementara masyarakat perlu meningkatkan literasi media untuk memilah informasi yang benar.

Sabiena Nurisnaen Sofyan percaya bahwa dengan komunikasi yang terbuka dan edukasi yang tepat, polarisasi dapat diminimalkan, sehingga kebijakan ini lebih mudah diterima oleh masyarakat. Dengan pemahaman yang baik, kita semua dapat melihat kebijakan ini sebagai langkah strategis untuk masa depan ekonomi Indonesia yang lebih stabil.

Penulis: Sabiena Nurisnaen Sofyan - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa