Mengapa Kenaikan PPN 12 Persen Harus Ditunda

Daftar Isi

Kenaikan PPN 12 persen dinilai memberatkan masyarakat. Pemerintah diminta menunda kebijakan ini akibat lemahnya sosialisasi dan dampak ekonomi.

FOKUS BERITA NASIONAL
- Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 menuai berbagai kritik dari masyarakat dan pakar. Di tengah tantangan ekonomi seperti pemutusan hubungan kerja (PHK), melemahnya daya beli, serta kurangnya sosialisasi, kebijakan ini dianggap dapat memperburuk kondisi ekonomi. Artikel ini mengulas alasan di balik permintaan penundaan kenaikan PPN, dampaknya terhadap masyarakat, dan pentingnya langkah pemerintah yang lebih peka dan transparan.

Komisi Informasi Pusat Soroti Dampak Ekonomi dan Minimnya Sosialisasi


1. Kenaikan PPN: Beban Baru bagi Masyarakat

Komisi Informasi Pusat (KIP) mengusulkan agar pemerintah menunda rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen, yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025. Kenaikan ini dianggap membebani masyarakat, terlebih karena kurangnya sosialisasi.

Dampak Langsung Kenaikan PPN:

  • Harga barang dan jasa naik, membebani konsumen.
  • Produsen membebankan pajak ke konsumen, mengurangi daya beli masyarakat.
  • Daya konsumsi melemah, meskipun konsumsi domestik menjadi penopang utama ekonomi.

Beban Pajak yang Sudah Tinggi:

  • Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Bahan Bakar.
  • Kebijakan tambahan seperti Tapera, cukai minuman berpemanis, dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berlaku tahun depan.

2. Ketidaksiapan Ekonomi dan Potensi Dampak Sosial

Kenaikan PPN dinilai kurang tepat karena situasi ekonomi yang masih penuh tantangan.

Tantangan Utama:

  • Gelombang PHK: Biaya produksi naik menyebabkan perusahaan memotong tenaga kerja.
  • Daya beli turun: Barang dan jasa sulit terjual, memicu deflasi.
  • Kinerja produksi menurun, yang dapat memperburuk kondisi ekonomi.

Kondisi ini diperburuk dengan minimnya transparansi pemerintah terkait penggunaan dana pajak. Banyak masyarakat meragukan bahwa pajak yang mereka bayarkan akan digunakan secara optimal untuk kesejahteraan.


3. Kurangnya Sosialisasi dan Transparansi Pemerintah

Kenaikan PPN telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, namun masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam prosesnya.

Masalah Sosialisasi:

  • Masyarakat tidak memahami alasan kenaikan maupun manfaatnya.
  • Sikap pemerintah dinilai tidak peka terhadap kondisi ekonomi rakyat.

Komisioner KIP, Rospita Vici Paulyn, menegaskan bahwa pemerintah perlu belajar dari negara maju yang memaksimalkan penerimaan pajak untuk kesejahteraan publik.

Rekomendasi untuk Pemerintah:

  • Sosialisasi yang lebih intensif terkait kebijakan pajak.
  • Penundaan kenaikan PPN, setidaknya hingga situasi ekonomi stabil.
  • Menyusun kebijakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini, pemerintah diminta untuk lebih bijak dalam mengambil langkah, sehingga masyarakat tidak semakin tertekan oleh kebijakan pajak yang belum sepenuhnya dipahami dan diterima.

#Pemerintah Tunda PPN 12 Persen