Stunting Turun ke 1,6 Persen, Surabaya Jadi Kota Percontohan Nasional

SURABAYA | FOKUS SUARA PEMBACA – Kota Surabaya mencatat capaian membanggakan dengan menjadi daerah dengan angka stunting balita terendah di Indonesia. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting di Surabaya hanya 4,8 persen, jauh di bawah rata-rata nasional. Angka tersebut bahkan menurun drastis menjadi 1,6 persen pada akhir 2023 menurut data Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Keberhasilan ini menjadi bukti efektivitas strategi Pemerintah Kota Surabaya dalam menangani stunting secara menyeluruh. Program ini dipimpin langsung oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, yang sejak awal masa jabatannya menjadikan penurunan stunting sebagai prioritas utama.
Strategi Menyeluruh dari Hulu ke Hilir
“Stunting bukan hanya urusan balita, tapi dimulai sejak masa pra-nikah. Maka, pencegahan tersebut harus dimulai dari hulu,” tegas Eri Cahyadi dalam beberapa kesempatan.
Pemkot Surabaya menerapkan pendekatan lintas sektor, mencakup pendataan, edukasi, serta intervensi gizi sejak masa remaja hingga bayi. Salah satu inovasi andalannya adalah aplikasi “Sayang Warga”, yang mendata secara real-time kondisi ibu hamil, balita stunting, calon pengantin, dan status gizi warga.
Melalui sistem ini, Pemkot dapat merespons cepat dan memberikan intervensi sesuai kebutuhan masing-masing individu. Pendekatan digital tersebut menjadi salah satu kunci keberhasilan Surabaya menekan angka stunting hingga di bawah 2 persen.
Pencegahan Dini Calon Pengantin dan Remaja
Pemerintah mewajibkan calon pengantin menjalani pemeriksaan kesehatan dasar seperti pengukuran lingkar lengan atas dan indeks massa tubuh (IMT). Hasil pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi risiko kekurangan gizi dan menjadi dasar intervensi dini.
Selain itu, program pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri dijalankan secara rutin di sekolah-sekolah. Dinas Pendidikan Surabaya memastikan efektivitas program ini melalui aplikasi “Profil Sekolah” dengan sistem by name by address agar pemantauan lebih akurat.
Dukungan Gizi dan Edukasi untuk Ibu dan Balita
Bagi ibu hamil dan balita berisiko, pemerintah menyediakan Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di posyandu dan puskesmas. Kader kesehatan juga melakukan kunjungan rumah untuk memastikan distribusi gizi berjalan optimal.
Jika ditemukan balita yang menunjukkan gejala stunting, intervensi dilakukan melalui kombinasi PMT, pendampingan gizi, dan pembinaan keluarga lewat program Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH). Program ini memperkuat pemahaman gizi dan pola asuh keluarga.
Hasil Nyata dan Target Zero Stunting
Menjelang akhir 2023, tercatat hanya sekitar 279–320 kasus stunting aktif di Surabaya. Sebanyak 27 kelurahan dan 3 puskesmas telah dinyatakan zero stunting aktif, menandakan tidak ada lagi balita yang tercatat mengalami stunting di wilayah tersebut.
Meski demikian, Pemkot tetap mewaspadai potensi kasus baru, terutama dari keluarga pendatang. Sebagian besar kasus tersisa disebabkan oleh penyakit bawaan atau gangguan tumbuh kembang, bukan kekurangan gizi murni.
Wali Kota Eri Cahyadi menegaskan, target selanjutnya adalah zero stunting baru, yakni bukan hanya menghapus kasus aktif tetapi juga mencegah kemunculan kasus baru. “Ini bukan akhir, tapi awal untuk menjaga generasi masa depan. Ketika anak sehat sejak dalam kandungan hingga usia balita, maka masa depan kota ini ikut terjamin,” ujarnya.
Contoh Nasional Penanganan Stunting
Keberhasilan Surabaya dalam menekan angka stunting hingga di bawah 2 persen dalam waktu kurang dari tiga tahun menjadi perhatian nasional. Banyak daerah kini datang untuk mempelajari sistem penanganan dan integrasi data yang dijalankan Surabaya.
Program ini dinilai berhasil karena menggabungkan teknologi, kolaborasi lintas sektor, dan edukasi masyarakat. Pemerintah setempat berkomitmen melanjutkan upaya dengan memperkuat fasilitas kesehatan dan pelatihan tenaga medis agar edukasi gizi dapat berjalan konsisten.
“Program penurunan angka stunting tentunya sudah sangat baik, hal itu terbukti dari penurunan angka stunting yang signifikan menggunakan aplikasi “Sayang Warga”, serta pendekatan secara menyeluruh dari pemerintah untuk calon pengantin hingga balita. Untuk keberlanjutan dari program ini, perlu adanya peningkatan fasilitas kesehatan yang ada di Surabaya terutama di daerah ramai penduduk. Perlu juga untuk memastikan bahwa tenaga medis yang ditugaskan untuk memberikan edukasi kepada pasien terlatih untuk memberikan edukasi mengenai gizi yang seimbang serta dapat memantau pertumbuhan gizi anak.”
Ditulis oleh : Emmanuelle Esterlina Rorimpandey
Mahasiswa, Universitas Airlangga. Aktif menulis artikel tentang kesehatan masyarakat, gizi anak, dan kebijakan publik.